Tuesday, May 01, 2012

Timeless Patience

Ini adalah penggalan cerita di tahun 1993 silam. Cerita hampir dua puluh tahun yang lalu. Cerita masa SMA dahulu. Masa-masa dengan level kedewasaan yang aneh. Situasi yang terkadang teramat memalukan tetapi sekaligus menggelikan untuk dikenang.

Suatu waktu, aku yang haus akan perhatian, mengarang-ngarang cerita dan menuliskannya dalam selembar kertas. Hahaha, sungguh-sungguh menggelikan isi surat itu. Aku berharap dapat menemukan kembali si selembar kertas tersebut. Yang aku ingat, tulisan itu penuh dengan drama dan kebohongan. Tidak sampai disitu. Karya picisan itu kemudian aku simpan di meja guru, di ruang guru! Tulisan itu tak bernama. Aku terlalu takut untuk menulisnya. 

Kemudian aku mengulang kembali di seminggu setelahnya. Tulisan yang berbeda dengan drama yang sama aku simpan di meja guru. Sampai akhirnya si guru tersebut memanggilku dan mengajakku duduk. Aku disuruh bercerita. Tentu saja aku bercerita dengan lancar karena memang itu yang aku harapkan. Sebuah perhatian. Cerita yang penuh dengan rekayasa dan drama remaja tentunya. Hahaha.

Aku yakin kebohongan itu sangat jelas terlihat dan orang dewasa manapun akan tahu rangkaian cerita itu benar-benar khayalan sejati. Tapi pak Guru itu dengan sabar mendengarkan, menanggapi, memberi saran. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Masih dengan kesabaran yang sama, dengan tanggapan yang sama, perhatian yang sama. Bahkan lebih.

Beliau menyilahkan saya untuk kerumahnya. Demi belajar dan mendengarkan cerita picisanku. Sungguh luar biasa, bila ku ingat-ingat kembali. Sampai akhirnya beliau menyadarkanku untuk tak lperlu lagi berpura-pura.

Pak guru itu adalah guru matematika saya, yang mengajarkan saya tak hanya matematika. Beliau selalu menjawab pertanyaanku tentang apa saja. Tentang kepenasaranku, tentang hal kecil disekelilingku, pertanyaan tentang aku, bahkan tentang dirinya sendiri. Pertanyaan yang mayoritas masih bisa aku ingat walau seringkali tak mengamalkan anjurannya. Aku bisa mengaji pun berkat ajarannya di ruang guru selepas pulang sekolah. 

Pertanyaan-pertanyaan sejak 19 tahun lebih itu tak lantas kemudian berhenti sekarang. Dan beliau masih menjawabnya. Masih sabar menjelaskan walau seringkali pertanyaan itu sudah pernah aku tanyakan sebelumnya. Seringkali aku tak sadar pertanyaan-pertanyaanku menyita waktunya, waktunya dengan orang-orang yang beliau cintai.

Hari ini adalah hari ulangtahunnya yang ke-56. Sangat ingin rasanya aku membalas berjuta kebaikannya, meminta maaf atas kesalahan-kesalahanku, membuatnya bangga. Sampai aku sadar hal itu tak mungkin. Hanya Alloh yang dapat membalasnya.

Selamat ulang tahun pa. Insya Alloh, Sang Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim membalas kebaikan bapa. Di dunia dan di akhirat kelak.

No comments: