Monday, August 13, 2012

Party of Five

Aku terlahir sebagai anak bungsu dari lima bersaudara. Ibu bapakku, amih dan apih, dua-duanya pegawai negeri golongan biasa-biasa saja. Kami terbiasa hidup sederhana. Tapi dalam benak aku pada masa kecil dulu, aku hidup berkecukupan. Setidaknya aku pernah mencicipi sebatang besar cokelat Cadbury di hari ulang tahunku dan hampir setiap hari aku mendapatkan jatah buah-buahan. Aku sebut jatah, karena setiap pulang kantor, amih selalu membawa sekantong keresek buah-buahan, biasanya tergantung musim, duku, rambutan, manggis, mangga, dan lain sebagainya. Nah, buah-buahan tersebut kemudian dibagi-bagi menjadi Sembilan gundukan. Untuk kami berlima, apih dan amih, ma yuyut dan ma dapur (begitu kami menyebut nenek kami). Cara menentukan gundukan tersebut macam-macam, bisa dengan dihitung atau ditimbang. Yang repot kalau buahnya buah mangga, soalnya kami jarang dapat satu orang satu. Biasanya satu butir untuk dua orang. Dan kami selalu berebut partner. Ma Dapur dan Ma Yuyut jadi most wanted. Soalnya mereka biasanya suka dengan rela memberikan jatahnya untuk kami hihihi.

Kakak-kakakku, terpaut dua tahun dengan adik dibawahnya, kecuali aku yang terpaut empat tahun dengan kakakku yang keempat. Aku memang anak yang tidak direncanakan asalnya, hahaha. Kami menghabiskan masa kecil di sebuah perumnas. Jadi selain buah-buahan tadi, kami terbiasa berbagi kamar tidur pula. Kami tumbuh menjadi pribadi yang berbeda-beda. Setidaknya dari sudut pandang aku sendiri. Tapi satu hal yang selalu aku ingat, kami berhubungan akrab satu dengan yang lainnya. Cerita satu sama lainnya, biasanya kami saling ketahui. Nostalgia masa lalu sangat tak terhitung banyaknya. Hal itu pula yang selalu tak habis-habisnya kami bahas dan kami tertawakan hingga kini. Dari mulai serunya pembagian buku dan alat tulis lainnya setiap tahun ajaran baru dimulai, kejadian kalau salah satu diantara kami dimarahin apih ataupun amih, mentertawakan ketika salah satu diantara kami ngompol di sekolah, dan banyak lagi hal lainnya.

Hari ini sudah berpuluh-puluh tahun berlalu dari masa kecil kami. Tapi aku merasa kami tak berubah. Pada bulan Ramadhan ini kami sekeluarga mendapat cobaan. Apih pingsan pada saat nyetir. Untungnya Apih masih sempat untuk memberhentikan mobil di pinggir jalan. Apih langsung dibawa ke rumah sakit. Pembuluh darah apih pecah, dan harus menjalani operasi VP Shunt. Apih dirawat di rumah sakit selama dua minggu, kemudian boleh pulang walau tetap harus menjalani rawat jalan. Apih masih harus menjalani pemulihan di rumah. Masih belum bisa berjalan sendiri, ataupun ke kamar mandi sendiri.
Tak lama kemudian, my strong woman, Amih mengalami kesulitan makan sampai terpaksa harus dirawat di rumah sakit. Kejadian demi kejadian ini menghenyakkan kami semua. Bukan saja kami berlima, tapi juga para isteri dan suami, keponakan yang kini telah menjadi bagian keluarga besar kami. Kami menghadapi semua ini bersama. Aku sangat bersyukur, dengan segala keterbatasan masing-masing. Kami masih saling memiliki satu sama lain. Susah dan senang kami jalani bersama.
Sekarang adalah giliran aku jaga malam menemani Amih di Rumah Sakit, mencoba menuliskan ini semua, sebelum aku lupa bersyukur dan tidak menyadari begitu hebatnya nikmat Alloh dengan kebersamaan kami ini. Walau sekarang kami tertatih-tatih di penghujung Ramadhan ini, dan semakin sadar bahwa kami tak lebih dari makhluk yang lemah. Satu persatu dari kami mulai sakit secara fisik dan harus beristirahat. Kami harus makin bersatu dan tak lupa mengharap kuasa Alloh untuk menolong kami semua, dan mengubah cobaan ini menjadi kemuliaan.

Subhanalloh, walhamdulillah, walaailaahailalloh, wallohuakbar, lahaulawalakuwwataillabillah…