Friday, February 17, 2006

Dokter Gigi


Aku barusan banget pulang dari dokter gigi. Ya, akhirnya dokter gigi favoritku ke Bandung lagi. Kok harus nunggu gitu? Iya, soalnya sudah berbulan2 dia dapet tugas di Kupang, dan sejak tanggal 15 Februari kemarin dia mampir dulu kesini. Niatnya sih kemarin2 cuman hujan deras mengurungkan niatku.Dari dokter gigi kok tampak girang gitu, sih. Benar, dokter gigi merupakan komponen penting dalam hidupku.
Dimulai dari pengalaman pertama ketika kelas 3 SMP, aku sampai harus pulang dari kelas, soalnya gigiku benar2 sakit waktu itu. Aku langsung dianter ibuku ke klinik gigi di kelurahan. Dokternya sangat cantik. Tapi kesan itu segera berubah pada detik pertama aku masuk ke ruangannya. Aku dimarahin karena dicurigai gak pernah gosok gigi. Yey, pasti dokter itu pasti gak tau asas praduga tak bersalah! Langsung aku dikasih diobat, dan langsung pula aku berniat tak akan datang lagi kesana. Bahkan ibuku yang tegas, mendukung aku.
Bulan berikutnya aku dianter Candra temenku ke dokter gigi, kali ini gigiku gak sakit2 amat, tapi tau ada bolongnya. Aku gak mau lagi ke klinik itu, jadi ke puskesmas deket rumah aja. Eh, sialnya ternyata dokternya sama aja. Si dokter gigi cantik nan kejam itu. Si dokter gigi ini sambil ngebor gigiku tangannya yang satu lagi suka neken jidatku, mungkin dia pikir jidatku meja belajar. Sial memang.
Setelah SMA aku akhirnya kapok ke klinik negeri maupun puskesmas untuk urusan gigi geligi. Aku memutuskan ke dokter gigi yang cukup terkenal kala itu, Drg. Gantini di Jl. Gegerkalong. Aduh dokter ini sangat lemah lembut dan telaten. Kalo meriksa gigi kita suka sambil nyetel musik klasik. Damai dan gak bikin takut. Cuman untuk mendapatkan layanan istimewa ini kita harus rela ngantri lama. Sering kita ngantri jam 6 baru diperiksa jam 9 malem. Selain itu ongkosnya juga mahal, 60rb sekali periksa, padahal harus 6x kalo mau tuntas. Bandingkan dengan uang sekolahku kala itu yang cuma enam ribu. Tapi harga mahal itu sangat wajar. Tambalan dokter itu sampai sekarang masih kuat menempel di gigiku. Sudah 14 tahun bo!
Jaman kuliah aku gak mau ke yang mahal2, tapi gak mau juga ke puskesmas. Maka aku memutuskan ke DKG (Dinas Kesehatan Gigi) di Jl. Riau. Aku sering kesana pagi2 bareng Candra, naek bis kota. Sebenarnya dia juga diperiksa, tapi baru sekali kemudian mandeg, gak mau nerusin. Dia ketakutan, he..he.. Disini lengkap dan murah meriah, asal jangan kesiangan aja. Soalnya pasti ngantri. Pulangnya suka kita terusin jalan2 ke BIP. Sayang, hasilnya gak bagus. Tiga tahun yang lalu tambalannya membusuk dan mengakibatkan gigiku infeksi.
Tahun 2002 merupakan tahun revolusi bagi gigiku. Tiga buah gigi seriku harus kurelakan gara2 kecelakaan. Aku ditolak dua rumah sakit, sebelum aku masuk ke UGD Hasan Sadikin. Disana aku diputuskan dibedah. Gigiku yang patah harus dicabut. Setelah melalui operasi yang lumayan lama dan menyakitkan akhirnya 2 gigiku dicabut, satu sudah patah di lokasi kecelakaan, dua lagi bisa diselamatkan. Tapi sial, besoknya jahitan operasi aku harus dibongkar. Dokter Kepala Bagian Gigi sampai menghampiriku dan meminta aku menandatangan surat perjanjian tidak akan menuntut. Ternyata satu gigi yang patah di lokasi kecelakaan itu, akarnya ketinggalan, jadi mau gak mau harus dicabut. Oh, gosh, operasi yang kedua ini kalo inget bikin merinding, jauh lebih sakit dibanding yang pertama. Setelah operasi, berminggu2 kemudian aku harus makan bubur gandum dan menahan sakit kalo reaksi obatnya habis.
Setelah operasi itu, atas saran Inge, sahabatku yang dokter gigi, aku disuruh bikin gigi palsu ke Drg. Abrup --itu cuma panggilan--alias Drg. Bambang Aries Purbawanto, dulu prakteknya di Simpang Dago. Dari pertama aku kesana aku udah sangat senang. Dokternya friendly dan pinter, dia menerangkan secara gamblang dan logis kondisi gigiku. Sepintas wajahnya mirip iklan apa ya, itu lho yang nyanyi Nina bobo tapi fals dan bikin bayi nangis, tapi kata Inge mirip Taufik Savalas he..(ampun, dok). Sudah mau lima tahun sampai sekarang aku cuma mau diperiksa dokter ini. Sebelum periksa pasti dia tanya soal handphonenya dulu, dari mulai settingan sampai kondisi sinyal, sebagai customer service tentunya aku gak keberatan. Makanya aku kemarin rela nganter Herty, temenku buat periksain giginya ke dokterku itu. Tapi sayangnya dia belum siap. Ok deh aku tungguin, kok.
Menurut pengalamanku, bener deh, yang namanya sakit gigi itu gak ada cara lain buat menuntaskannya selain ke dokter gigi, dan jangan tunggu sakit. Percayalah, ketahuan lebih cepet sumber sakitnya akan jauh lebih baik. Aku gak mau bohong bilang gak akan sakit, tapi gak ada cara lain selain menghadapinya. Dan akan lebih mudah menghadapinya dengan bantuan Drg. Bambang Aries. (bukan iklan)Beliau sekarang praktek di Jalan Sulanjana 11, lantai 2. Thanks a lot, dok!

4 comments:

Anonymous said...

hi selamat datang di blogfam, account anda sudah aktif, silakan login ke forum, jangan lupa memperkenalkan diri di ruang perkenalan =)

Anonymous said...

Met gabung di blogfam ya..

.n.a.n.a. said...

huhuhu... saya jadi inget waktu ke4 gigi graham bungsu saya hrs dibedah krn numbuhnya miring... dibedah 2kali, yg kanan dolo kmudian 2 minggunya br yg kiri.. dijait, sakit & hrs mkn bubur juga T__T
btw, lam kenal ya ^__^

Unknown said...

Kalo sekarang dokternya masih praktek di sana ga?? Dokternya bisa masangin kawat gigi ga???