Thursday, May 03, 2012

My Darlings

taman belakang
Ada satu hal yang membuat aku senang pulang ke Bandung (lebay ya, sejak kapan aku gak suka pulang ke Bandung? hahaha). Hal itu adalah: tanaman! Betul, tanaman, pohon, hijau.

Sejak aku dipindah tugaskan ke Medan, aku tidak pernah bisa mengurus rumah yang baru saja aku beli. Rumah itu nyaris terbengkalai dan dipenuhi ilalang. Akhirnya rumah itu ditempati temanku, jadi alhamdulillah sedikit terurus.

taman depan
Sekarang temanku gak disana lagi, jadi rumah itu kembali kosong. Aku kemudian mencoba mengurusnya setiap aku pulang. Tentu saja yang paling sering tepatnya Amih dan Apih yang membersihkannya. Satu hal yang selalu ada di kepalaku adalah membuat taman. Hampir setiap hari yang ada di kepalaku adalah rencana membeli tanaman apa saja yang akan aku tanam. Setiap aku sedih, pikiran tentang tanaman itu tiba-tiba saja membuat aku senang dan tenggelam. Terdengar berlebihan, tapi itu yang benar-benar terjadi. Bahkan kadang kalau tak hati-hati, sedang sholat pun, si khayalan tentang tanaman itu selalu datang.


Pohon lengkeng. Tanaman pertama yang aku tanam di rumah ini
Setiap pulang ke Bandung, jalan-jalan ke tukang tanaman menjadi agenda wajibku. Dari mulai tukang tanaman dekat rumah yang memang banyak, atau ke Taman Cibeunying dekat Gedung Sate, bahkan sampai ke Cihideung segala. Oiya, satu hal yang aku amati, semua, ya SEMUA tukang tanaman yang aku temui sangat sangat ramah, baik yang muda maupun yang tua, baik bapak-bapak maupun ibu-ibu, baik kita beli maupun tidak. Hal itu menyuntikan gairah ekstra untuk berburu tanaman.

Tanaman yang aku beli semuanya mayoritas berwarna hijau. Aku gak terlalu suka yang berwarna selain hijau. Walau mayoritas hanya daun, tidak berbunga, aku gak keberatan. Sekarang taman belakang rumah hampir beres, taman depan sedikit lagi. Acara beli membeli paling tinggal sedikit lagi. Tugas yang lebih berat adalah merawatnya. Apih, amih, kakakku sama sukanya dengan tanaman. Jadi pembicaraan kami sekarang ini selalu seputar tanaman. Sampai-sampai keponakanku bosan mendengarnya. Hahaha.

Efek si tanaman ini buatku sangat luar biasa. Aku bisa memandangi mereka berjam-jam tanpa rasa bosan. Kegiatan menyiram tanaman hijau itu adalah sesuatu yang menyenangkan. Dan kadang aku ngobrol macem-macem sama mereka segala, haha aneh memang.


Tuesday, May 01, 2012

Timeless Patience

Ini adalah penggalan cerita di tahun 1993 silam. Cerita hampir dua puluh tahun yang lalu. Cerita masa SMA dahulu. Masa-masa dengan level kedewasaan yang aneh. Situasi yang terkadang teramat memalukan tetapi sekaligus menggelikan untuk dikenang.

Suatu waktu, aku yang haus akan perhatian, mengarang-ngarang cerita dan menuliskannya dalam selembar kertas. Hahaha, sungguh-sungguh menggelikan isi surat itu. Aku berharap dapat menemukan kembali si selembar kertas tersebut. Yang aku ingat, tulisan itu penuh dengan drama dan kebohongan. Tidak sampai disitu. Karya picisan itu kemudian aku simpan di meja guru, di ruang guru! Tulisan itu tak bernama. Aku terlalu takut untuk menulisnya. 

Kemudian aku mengulang kembali di seminggu setelahnya. Tulisan yang berbeda dengan drama yang sama aku simpan di meja guru. Sampai akhirnya si guru tersebut memanggilku dan mengajakku duduk. Aku disuruh bercerita. Tentu saja aku bercerita dengan lancar karena memang itu yang aku harapkan. Sebuah perhatian. Cerita yang penuh dengan rekayasa dan drama remaja tentunya. Hahaha.

Aku yakin kebohongan itu sangat jelas terlihat dan orang dewasa manapun akan tahu rangkaian cerita itu benar-benar khayalan sejati. Tapi pak Guru itu dengan sabar mendengarkan, menanggapi, memberi saran. Berhari-hari, berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun. Masih dengan kesabaran yang sama, dengan tanggapan yang sama, perhatian yang sama. Bahkan lebih.

Beliau menyilahkan saya untuk kerumahnya. Demi belajar dan mendengarkan cerita picisanku. Sungguh luar biasa, bila ku ingat-ingat kembali. Sampai akhirnya beliau menyadarkanku untuk tak lperlu lagi berpura-pura.

Pak guru itu adalah guru matematika saya, yang mengajarkan saya tak hanya matematika. Beliau selalu menjawab pertanyaanku tentang apa saja. Tentang kepenasaranku, tentang hal kecil disekelilingku, pertanyaan tentang aku, bahkan tentang dirinya sendiri. Pertanyaan yang mayoritas masih bisa aku ingat walau seringkali tak mengamalkan anjurannya. Aku bisa mengaji pun berkat ajarannya di ruang guru selepas pulang sekolah. 

Pertanyaan-pertanyaan sejak 19 tahun lebih itu tak lantas kemudian berhenti sekarang. Dan beliau masih menjawabnya. Masih sabar menjelaskan walau seringkali pertanyaan itu sudah pernah aku tanyakan sebelumnya. Seringkali aku tak sadar pertanyaan-pertanyaanku menyita waktunya, waktunya dengan orang-orang yang beliau cintai.

Hari ini adalah hari ulangtahunnya yang ke-56. Sangat ingin rasanya aku membalas berjuta kebaikannya, meminta maaf atas kesalahan-kesalahanku, membuatnya bangga. Sampai aku sadar hal itu tak mungkin. Hanya Alloh yang dapat membalasnya.

Selamat ulang tahun pa. Insya Alloh, Sang Ar-Rahmaan, Ar-Rahiim membalas kebaikan bapa. Di dunia dan di akhirat kelak.