Thursday, February 04, 2016

Barang Berbahaya

Eh, sudah fitrahnya kan yah, manusia mah senang sesuatu yang bagus-bagus. Makanya tercipta kata "bagus" dan "tidak bagus".
Naon sih ya ini teh ujug-ujug..

Jadi gini, aku teh sering killing time dengan browsing. Macem-macem. Mulai dari browsing youtube, situs-situs yang memang sudah ritual dibuka, atau situs lainnya secara random. Seringkali si kerandoman itu berakhir di situs jualan. Situs yang menyediakan kesenangan yang menyebalkan. Senang karena serasa window shopping gak pake cape. Menyebalkan karena tanpa kita sadari, dalam waktu yang relatif cepat kita sudah menambah saldo tagihan kartu kredit.

Dulu, situs belanja online yang saya sambangi dan berujung dengan transaksi hanyalah Amazon. Setelah itu berlanjut ke ebay, selagi tugas di Palembang, terus merembet ke Etsy, Zappos, lalu ke situs si penjual barang langsung. Akhir-akhir ini makin parah ke situs belanja lokal seperti tokopedia, blibli atau Lazada. Lanjut ke medsos di Instagram.

Di Amazon sering beli buku, CD dan DVD. Di Ebay beli casing handphone sama puzzle, di Etsy beli tas, sleeve laptop, sampai stiker. Terus pernah ke situs resmi Kanken dan Dr. Martens. Di Zappos beli sepatu. Kalo situs lokal terakhir beli alat fitness. Di Instagram beli karpet dan terus ketipu beli meubel. Alhamdulillah uangnya dibalikin setelah meneror tempat orang itu bekerja. Sering nonton CSI ternyata ada gunanya. Hehe.

Kemudahan belanja itu membuka cakrawala (wew) tempat belanja menjadi luas. Barang yang dulunya hanya bisa dibeli kalau kita ke Luar Negeri atau nitip teman yang ke Luar Negeri, sekarang hanya dengan klak klik bisa didapat.

Barang langka yang sudah diidamkan pun bisa kita dapatkan. Perjuangan, dan pengorbanan (kartu kredit) itu lantas kadang membuat kita bahagia. Walau untuk beberapa hal kadang kita kecewa. Seperti aku membeli sepatu Dr Martens dengan diskon gila-gilaan, tapi setelah dicoba, gustiii berat sangat. Sampai harus beristirahat beberapa kali hanya untuk mengarungi toko-toko di PVJ. Hahaha.

Euforia setelah mendapatkan barang-barang itu, tentu saja menyenangkan. Dan itu sah-sah saja kan ya. 

Sampai kemudian aku merasa keren setelah memakai barang itu. Merasa kerennya sih fine. Tapi kemudian si fine feeling itu diikuti bisikan setan untuk riya dan mengharapkan lirikan dan tatapan kagum orang lain akan barang kita. Pernah kan? Aku sih pernah banget. Saking desperatenya akan pujian itu, langsung aku posting di medsos. Hiiihhh sampai malu aku rasanya. Asli kampring banget. Masa keimanan kita gampang banget digantikan barang. Walaupun barang itu sekeren sepatu Marc Jacobs dan sepatu Onitsuka Tiger.

Sengaja aku menulis ini beneran untuk self reminder. Karena si pikiran itu kadang menyelinap. Asalnya beneran cuma make barang, tiba-tiba terbersit ingin riya. Lagi pingin posting buat asik-asikan, eh tiba-tiba datang pikiran kalo kita lebih cool dari orang lain. 

Tiba saatnya kita harus mengambil alih kesadaran kita. Tangkis si pikiran buruk itu dengan mencoba jujur pada diri sendiri. Pakai, gunakan barang itu. Karena memang selain bagus, juga memang fitrahnya itu kan ya? Posting lah kalau memang ingin. Tapi sebelumnya.. pastikan si pikiran busuk itu sudah pergi. Karena rasanya memang beda kok.

Tuesday, February 02, 2016

Ingatan Random - Cadbury's Fruit & Nut



Dulu. Duluuu banget, zaman SD, sekitar tahun 1987-1989 aku melihat iklan cokelat Cadbury's Fruit & Nut di Tabloid Monitor, kurang lebih gambarnya seperti di atas. Ditambah redaksional khas iklan, tentunya. Sejak itulah aku memutuskan, aku menginginkan cokelat itu. Apalagi iklannya selalu ada di hampir setiap edisi.

Tapi aku cukup tahu diri. Cokelat itu terlihat mahal. Alasan selanjutnya adalah cokelat tidak pernah sepenting alat tulis. Aku tak pernah memiliki nyali untuk sekedar meminta Amih dan Apih untuk membelikannya. Selain memang alasan-alasan tersebut, si Cadbury ga bisa dibeli di komplek rumah. Saat itu belum ada yang jual. harus ke super market di kota. Walhasil aku hanya cukup meleletkan lidah, sambil menunggu tanggal ulang tahun yang masih lama akan terjadi.

Amih selalu hidup sederhana, walau menurut aku kita selalu makan enak, lengkap dengan buah2an setiap harinya. Alhamdulillah. Tapi kalo soal barang "ga penting" itu lain soal. Koran saja kita hanya boleh langganan yang penting, koran Pikiran Rakyat. Majalah sudah berenti sejak langganan koran. Si Tabloid Monitor itu aku baca di Pak Uuh, tetangga sebelah. Itu pun setelah beberapa hari terbit. Gantian bacanya. Tabloid itu laris luar biasa, lagian, anak kecil membaca tabloid itu dianggap tidak senonoh. Banyak foto seksinya kadang-kadang.

Suatu hari gigiku ungger, goyang kalo bahasa Indonesianya mah. Ah sial. Urusan si gigi goyang ini adalah nasib buruk. Sudah kebayang akan sakit kalau dicabut. Tradisi cabut gigi di keluargaku sungguhlah horror. Kami tak pernah cabut gigi ke dokter gigi. Amih lah yang mengambil alih peran dokter gigi. Sudah sering aku dicabut gigi dengan paksa. Dibantu oleh kakak-kakakku sebagai antek-antek. mereka kebagian peran memegang tangan dan kakiku yang meronta. Sedang Amih bagian memegang kain dan mencabut gigi. Sesudahnya aku dijamin menangis. Mereka seperti sekumpulan tentara Nazi bagian interogasi.

Kali ini pun sepertinya tak akan beda. Sialnya amih selalu tahu gigiku ungger. Padahal aku sebisa mungkin menyembunyikannya loh. Aku pikir Amih memiliki kemampuan sihir.

Saatnya pun tiba. Pintu sudah dikunci untuk mencegah aku keluar. Mereka sudah merencanakannya dengan matang. Mereka mengambil momen dimana aku lengah. Si Kijot, kakak perempuanku yang memang bertubuh besar sudah menghadangku dan mengambil kuda-kuda untuk mengempit tanganku. Damn, dua wanita Nazi di keluargaku sendiri! Aku pun meronta. Kijot dan Amih mulai kewalahan karena biasanya ada dua orang yang memitingku. Kali ini terpaksa hanya Kijot karena yang lain belum pulang dari sekolahnya.

Kalau kejadiannya sekarang, sepertinya aku akan mengirim surat terbuka ke Komnas Perlindungan Anak. Kenapa mereka gak mengantarku ke dokter gigiku sih? Walaupun ide itu juga terdengar sama menyeramkannya. Saat aku sibuk meronta dan menendang kesana kemari, tiba-tiba saja aku teringat bungkus biru keungunan yang menggoda si Cadbury's Fruit & Nut. Lalu aku berpikir tampaknya akan sia-sia perjuanganku dengan para Nazi ini. Kalau aku berhasil kabur hari ini, besok-besok mereka akan mencoba dengan kekuatan yang lebih banyak. Akhirnya aku pun teriak "SUDAHH!" Entah kenapa tiba-tiba aku bernegosiasi kalau aku tak akan meronta asal dibelikan si Cadbury. Amih tertegun. Sepertinya beliau berpikir. Aku pun kembali meronta.

Akhirnya Amih menyerah dan mengiyakan prasyaratku. Gigi dicabut tanpa tangisan. 

Besoknya Amih pulang kantor dengan membawa si cokelat biru pujaanku. Aku melonjak kegirangan. Amih bergumam kalau cokelat itu mahal dan aku disuruh untuk membaginya dengan kakakku. Perintah yang tentu saja aku abaikan dengan bengis. Aku pun langsung pergi ke luar menjauh dari rumah. Meninggalkan tatapan penuh ancaman dari Kijot hahaha.

Aku memakan si Cadbury's di bawah pohon belakang sekolah SD Cilandak yang sepi. Sendirian. Cokelat itu terasa sangat sangat sangat sangat enak.