Ramadhan kali ini gak ada tanggal merahnya. Artinya aku gak bisa balik ke Bandung, ngerasain sahur dan buka di rumah. Tapi masa harus gitu sih? Gak enak amat puasa non stop gak ngerasain masakan Amih. Ok, aku tentukan asal saja. Biar ga ada tanggal merah atau hari libur kejepit, aku tetap memutuskan ke Bandung. Aku pilih secara asal, pulang tanggal hari Jum'at tanggal 19, balik lagi Palembang, senin subuh tanggal 21. Deal. Tiket pesawat pun aku pesan jauh-jauh hari, bahkan sebelum Ramadhan dimulai. Biar murah.
Puasa kali ini kami di kosan gak masak lagi. Yang bisa masak udah pada pindah. Jadilah kami pesen katering. Si katering ini datang dini hari jam 1 atau jam 2. Dan yang biasanya kebagian buka pintu pager adalah aku. No problemo. Ramadhan aku jalani hari demi hari dengan antusias. Alhamdulillah lancar. Tapi kemudian, tiba-tiba ada tugas keliling dalam rangka safari Ramadhan, dan aku kebagian. Gak masalah sih, aku kan memang biasa jalan darat keliling Sumbagsel sehubungan dengan tugasku. Bahkan sekarang lebih asik, kan banyak temennya. Aku biasa sendirian ditemenin sopir doang. Cuma, aku kebagian tanggal berapa ya? takut bentrok sama jadwal pulang.
Ternyata aku kebagian tanggal 16 (Selasa), balik Palembang hari Kamis. Sip, aman. Lanjut kerja sehari Jum'at, sorenya balik Bandung deh. Jalurku Palembang - Jambi - Muara Bungo - Palembang. Kegiatan lancar dan aku bersenang-senang soalnya di mobil aku asik, bisa canda-candaan, jadi bikin perjalanan gak kerasa. Tapi kemudian, di hari Rabu ada perubahan jadwal mendadak. Kami harus melanjutkan ke Lubuk Linggau. Balik Kamis malam. Ok, masih ga masalah. Jum'at pagi tetap aku sudah di Palembang kok. Tapiiiii.. kemudian aku dapat telepon harus sudah ada di Jakarta hari Jum'at pagi jam sembilan. Aku mulai gak tenang. Lubuk Linggau - Palembang itu 8 jam. Jadi kalau mau aman, jam 8 malam harus sudah meninggalkan Lubuk Linggau dan mengejar penerbangan paling pagi.
Walau pontang panting, singkat kata aku berhasil sampai di Jakarta tepat jam 9. Aku memanfaatkan waktu perjalanan, di pesawat, di taksi dengan tidur. Aku benar-benar kelelahan. Untungnya aku gak harus grasak grusuk nyari travel Jakarta-Bandung, setelah dapat tebengan gratis dari teman. Hanya saja gak lewat Cipularang, tapi lewat Puncak, soalnya temanku mau ke Cianjur. Gak masalah juga. Aku sudah sangat lama gak lewat Puncak. Jadi sekalian nostalgia. Perjalanan jalur Puncak ini seolah menekan tombol memori yang entah sekian lama terlupakan. Dulu aku pernah sangat membenci jalur ini, karena seringkali macet. Tapi kali ini sungguh-sungguh sangat bersyukur. Udara dingin, jalan bagus, ramai, dan untungnya tidak macet. Berbeda sangat jauh dengan perjalanan hari-hari sebelumnya di Sumatera.
Sabtu malam aku sudah sampai di rumah, Alhamdulillah. Tanpa mengenal lelah, pagi-pagi aku bangunkan si Azhar. Dia ulang tahun hari itu. Dan aku sudah berjanji untuk membelikannya hadiah. Siang hari kami sudah di rumah. Aku memang berniat berbuka di rumah bersama keluarga. Tepat lima menit sebelum buka, pinggang kananku sakit, perut kanan depan pun sakit. Duh.. kenapa ya? apa karena puasa? Serentak setelah adzan maghrib, aku buru-buru minum teh hangat, takut maag. Terus makan dan sholat. Tapi kok, sakit ini kayaknya malah makin parah ya. Aku cepat-cepat pergi ke dokter depan rumah, dia menerka ini cuma sakit otot biasa dan memberikan obat anti nyeri.
Aku tunggu reaksi obat itu. Tak kunjung berhasil. Nyerinya berubah menjadi sangat dahsyat. Aku tak tahan lagi. Aku lalu menelepon kakak iparku untuk diantarkan ke rumahsakit. Sialnya, kakakku sedang di supermarket. Jadi aku harus menunggu lama. Aku berguling-guling di tempat tidur menahan sakit. Seingatku ini adalah rasa sakit tersakit yang pernah aku rasakan. Rintihan dan lolongan seakan ingin aku keluarkan. Tapi tetap aku redam. Aku takut Amih dan Apih di lantai bawah khawatir akan keadaanku. Di mobil menuju rumah sakit aku seakan mau mati. Begini mungkin ya rasa ajal dicabut, pikirku.
Setelah sampai di Unit Gawat Darurat aku gemas dengan perawat yang seakan lambat menanganiku. Aku memohon mereka segera menyuntikku dengan pain killer terampuh yang mereka punya. Tentu saja, mereka tak akan serta merta menyuntikku tanpa tahu sebab musababnya, hahaha. Lolongan akhirnya tak bisa aku bendung, aku mencoba berdzikir, walau diselingi ratapan kesakitan. Aku bahkan menangis dan mengeluarkan air mata. Rasa sakit itu memang sangat hebat, padahal sebelumnya aku pernah mengalami kecelakaan dan hilang gigi depan tiga buah. Tapi dibanding sakit ini, tidak ada apa-apanya. Aku masih merinding jika mengingat rasa itu. Akhirnya suntikan aku terima lewat tangan kiriku. Sepuluh menit kemudian aku seakan lupa rasa sakit yang tadi. Aku kaget, terus terang saja. Bahkan agak sedikit malu sudah berteriak-teriak seperti tadi. Alhamdulillah.
Aku kemudian berjalan sendiri tanpa bantuan ke toilet untuk mengambil sample urine. Ternyata aku infeksi saluran kencing. Dokter memberiku obat dan membolehkan aku pulang. Tepat pada saat aku akan pulang, rasa sakit itu kemudian menyelinap kembali. Aku langsung tegang, dan bertanya kepada dokter apakah aku memang benar-benar sudah boleh pulang. Aku lebih baik dirawat di rumah sakit daripada harus mengalami rasa sakit seperti tadi. Aku memilih diam dulu di rumah sakit, dan menunggu sekitar setengah jam agar yakin rasa sakit itu tak kembali. Ternyata reaksi obat mulai bekerja, dan rasa sakit itu pun hilang. Aku pun pulang ke rumah.
Besoknya aku memutuskan puasa, Karena memang rasa sakit itu tak lagi aku rasakan. Lagipula aku berniat buka puasa bersama bareng teman-teman SMAku. Apalagi aku termasuk panitianya. Gak enak kalau tak datang. Siang hari aku bahagia, karena ternyata rasa sakit itu tak lagi kembali,. Tapi kemudian di tengah persiapan acara, sekitar jam 4 sore, rasa sakit itu menyergap. Dan langsung sakit, tidak mengendap-endap dahulu, tapi memang tidak sesakit kemarin malam. Dengan berat hati aku langsung memutuskan batal dan segera meminum obat. Rasa sakit mulai berkurang tapi tak benar-benar hilang. Terlupakan oleh senda gurau bersama teman-teman yang memang sudah lama tak berkumpul.
Setelah pulang ke rumah, di malam hari, aku tak bisa tidur. Rasa sakit kembali menerpa, aku berguling di tempat tidur. Masih bisa aku tahan walau dengan keringat dingin. Rasa sakit itu hilang sekitar waktu sahur. Aku memutuskan tak puasa dan tak jadi pulang ke Palembang, dan datang ke dokter urolog di rumah sakit Santosa. Ternyata dokternya adalah dr Kuncoro Adhi, ketua OSIS waktu aku di SMP 15 Bandung hehe. Setelah diperiksa dan diUSG, dokter menemukan batu di kedua ginjalku. 0,7mm di sebelah kanan dan 1,4cm di sebelah kiri. Yang kanan menimbulkan sakit karena sudah menyumbat saluran air seni dan menjadi bengkak. Aku diberi obat tambahan dan diharuskan banyak minum dan difoto saluran kencingnya.
Otomatis aku tak bekerja dan tak berpuasa seminggu lamanya. Rasa sakit mulai berkurang walau tak benar-benar hilang. Bahkan pernah datang lagi si sakit hebat di hari Selasa atau Rabu, aku lupa. Aku kapok kurang minum. Saat ini aku memutuskan kembali ke Palembang karena harus membereskan pekerjaan yang aku tinggalkan. Semoga saja si batu benar-benar hilang meninggalkan ginjal dan saluran kencingku. Aamiin.
No comments:
Post a Comment