Di tengah kegaduhan pandemi dan stress yang tak mereda. Ditambah lagi aku sempat positif Covid, tiba-tiba saja ada berita dari sahabatku. Sahabatku ini salah satu pekerjaannya adalah dosen di Universitas Padjadjaran (Unpad). Kebetulah tahun itu, dia juga kebagian jabatan sebagai kepala program studi pasca sarjana di Fakultas Ekonomi, Jadi dia memiliki target untuk menerima mahasiswa baru. Dia kemudian menawarkan aku untuk menjadi mahasiswa magister di fakultasnya. Tawaran yang langsung aku tolak. Adalah hal yang gila menambah masalah di keruwetan pekerjaan dengan hal lain yang menurutku tak ada faedahnya di dunia pekerjaan. Tempatku bekerja tidak memberikan benefit lebih kalau kita sekolah lagi atau mendapatkan gelar tambahan. Tidak seperti di pemerintahan.
Semakin hari, anehnya, kok tawaran itu semakin kepikiran. Aku kemudian menuangkan ide itu dalam guratan pro dan contra. Kontranya lebih banyak, dilihat dari hal waktu, pikiran, dan tentu saja biaya, semua merugikan. Pro nya adalah: hal baru dan perkuliahan dilakukan secara online. Aku pun mencari informasi dengan lebih banyak lagi. Detail jurusan apa saja, biayanya berapa, tahapannya apa saja, dan hal lain. Terus terang saja, semua catatan menunjukkan arah saran untuk tidak kuliah. Tapi hatiku semakin condong untuk mengambilnya. Akupun kemudian berdiskusi bersama isteriku. Isteriku memberi lampu hijau.
Izin itu membuat langkahku semakin bulat. Tapi jurusan yang menarik perhatianku malah bukan di fakultas ekonomi, tetapi Komunikasi Bisnis di Fakultas Komunikasi (fikom). Keputusan ini sekan menyulut sebuah semangat baru. Gairah yang bisa jadi penawar kesibukan dan kejenuhan aku selama ini. Lebay tapi begitulah adanya. Aku kuliah di tahun 1995, dan lulus di tahun 2000. Lebih dari 20 tahun! Aku terus terang sudah lupa rasanya. Perasaan ini sulit aku gambarkan. Aku tiba-tiba diliputi kegelisahan, kekhawatiran, ketakutan baru, akan tetapi juga rasa ingin tahu yang sangat luar biasa.
Kutelusuri syarat-syarat tes penerimaan. Banyak prosedur, website, istilah yang sama sekali asing kutemukan. Aku merasa tua dan tertinggal. Wahana apa ini? Tes Kemampuan Akademik, TOEFL. Oh Tuhan, tes apa ini? Aku lantas membuka Tokopedia dan langsung menambahkan buku belajar ke keranjang belanja. Aku sangat bersemangat mempelajarinya. Ternyata dalam alam bawah sadar, aku sangat rindu akan suasana ini. Belajar lagi hal baru. Aku semakin lega, aku mengambil keputusan ini.
Aku mengupayakan waktu untuk tes demi tes. Aku sengaja tak membagi informasi tentang keputusanku untuk kuliah lagi ke atasanku di kantor. Ini adalah ruang "bermainku". Tempat pelepasan penatku yang baru. Tes dilakukan secara online. Setelah tak sabar menunggu hasilnya. Alhamdulillah nilai-nilaiku memenuhi syarat. Prosesi selanjutnya adalah membuat surat yang memuat tujuan untuk kuliah, dilanjutkan dengan wawancara.
Ini adalah isi suratku:
Dengan hormat,
Perkenalkan, saya Dodi, berusia 44 tahun pada 6 Agustus nanti. Status berkeluarga dan memiliki dua orang anak. Saat ini saya bekerja di xxx sebagai xxx.
Saya menempuh Pendidikan sarjana (S1) di Universitas Padjadjaran, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Program Studi Ilmu Administrasi Negara pada tahun 1995 sampai dengan 2000.
Setelah lulus saya tidak pernah mengikuti Pendidikan formal lainnya, kecuali pelatihan/training yang diselenggarakan kantor tempat saya bekerja. Saya mulai bekerja di XXX pada akhir 2000 sebagai tenaga outsource, dan mulai bekerja sebagai karyawan organik tahun 2003. Pekerjaan saya sebagian besar di bagian pelayanan pelanggan, dimulai dari team penanganan keluhan pelanggan di Call Center. Kemudian mengelola manajemen operasional service point dengan pihak ketiga di wilayah Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung dan Bangka Belitung. Setelah itu menangani strategi pelayanan dan operasional pelayanan di wilayah Jabotabek dan Jawa Barat.
Setelah berkecimpung di dunia pelayanan, sejak tahun 2018 saya mendapatkan tanggung jawab di bidang sales, baik itu sales policy maupun penyusunan strategi sales dan mengkomunikasikan strategi sales tersebut dengan team sales di Area.
Selama ini, perusahaan memberikan berbagai bentuk dan cara untuk meningkatkan kemampuan karyawan, baik itu diselenggarakan oleh fungsi HRD maupun internal sub direktorat, bahkan level divisi dan departemen. Bentuk yang selama ini diadakan adalah sharing session, pelatihan/training, reading assignment, webinar, quiz yang sifatnya wajib maupun tidak, dan lomba inovasi tahunan. Sejak pandemik,kegiatan-kegiatan ini pun tetap dilakukan, hanya saja tanpa melalui pertemuan fisik.
Walaupun saya mendapatkan berbagai kegiatan di atas, terus terang saya tergelitik untuk mencoba hal baru untuk menambah pengetahuan, skill, networking dan mendapatkan point of view yang baru melalui hal yang belum pernah saya coba sebelumnya, melalui Pendidikan formal. Sahabat saya, Dini Rosdini, seorang dosen Akuntansi di Unpad, suatu hari menyarankan saya untuk ikut program Magister. Sebuah peluang untuk mewujudkan keinginan itu. Tapi saya ragu, terus terang saja. Pandemi di awal 2019 memang membuat saya bekerja di rumah, di Bandung. Tapi bukan berarti membuat waktu senggang saya semakin banyak. Koordinasi pekerjaan seringkali berlangsung jauh melebihi waktu kerja regular dan dimulai sejak dini hari. Screen time saya melonjak melebihi sebelum pandemic, belum lagi harus membagi konsentrasi dengan keluarga dan dua anak balita saya. Ide kuliah lagi seolah seperti bukan ide yang baik.
Akan tetapi, saya sadar, kesempatan terbaik membutuhkan keberanian, selain itu restu dari keluargapun sudah saya dapatkan. Oleh karena itu saya memberanikan diri untuk mendaftar program magister tahun ini. Setelah browsing dan bertanya dengan teman-teman yang berprofesi dosen di Unpad, saya memilih Magister Ilmu Komunikasi, dengan rencana peminatan Komunikasi Bisnis. Saya melihat program ini sejalan dengan pekerjaan saya saat ini, selain memang komunikasi merupakan minat saya sejak lama.
Fungsi kerja saya saat ini diantaranya menentukan metode campaign yang efektif, membuat sosialisasi yang mudah dan efektif, serta merumuskan UI/UX suatu apps yang baik dan mudah digunakan. Oleh karena itu, program Magister Ilmu Komunikasi saya rasa pilihan yang tepat. Harapan saya program ini dapat memperluas cakrawala berpikir saya sebagai seorang praktisi dengan memperkaya teori, informasi perkembangan pengetahuan serta tentunya ilmu berharga dari akademisi berpengalaman.
Demikian pernyataan tujuan ini saya buat, terima kasih.
Tahapan selanjutnya adalah wawancara. Aku diwawancara oleh dua dosen, Ibu Pur (yang kelak akan menjadi penguji tesisku) dan Ibu Ira, yang kelak akan menjadi dosen pembimbingku. Alhamdulillah aku berhasil menjadi mahasiswa baru program magister Komunikasi Bisnis Universitas Padjadjaran.