Tuesday, April 10, 2007

Ketika

Efek buruk film dengan sangat menyesal harus aku akui masih aku rasakan sampai detik ini. Aku gak mengerti telah berhari-hari sejak film sequel Nagabonar itu kutonton, masih saja tak bisa lepas dari kepalaku. It really consuming. Banyak hal aku pikirkan, aku renungkan. Lebih gilanya hal itu cukup kuat untuk menghilangkan niat buruk yang melintas tanpa henti di benakku.
It sounds bullshit! But I can’t deny it either. Daripada menghilangkan feeling itu, akhirnya aku mengambil keputusan untuk menarik hikmah dan meluruskan segalanya. Hal itu pula yang membuat aku haus untuk mencari media sejenis. Karena aku pikir nyawanya Nagabonar itu Deddy Mizwar, aku mulai mencari film beliau lainnya.
Film yang aku maksud adalah “Ketika” (2005). Film yang tak pernah aku lirik. Tapi berkat dorongan situs Sinema Indonesia, akhirnya aku membulatkan tekad untuk mencarinya. Hari Minggu kemarin aku keliling Bandung mencari VCD itu. Sayangnya film tersebut bak sudah ditelan bumi. Di tempat rental saja, film itu tak ada. Tapi syukurlah, setelah menguras ingatan, aku memutuskan browsing di disctarra.com, tempat belanja lokal yang dulu banget pernah aku singgahi. Dan di tempat itu aku mendapatkannya.
Baru saja film itu aku selesaikan. Dibintangi Deddy Mizwar, tentunya, Lydia Kandau, Lucky Hakim dan Senandung Nacita, sang putri aktor utama in real life. Dari konteks visual, film ini lebih tepat disebut sinetron berdurasi panjang. Tidak ada yang istimewa. Ceritanya mengisahkan konglomerat korup, Tajir Saldono yang hidup di Indonesia yang adil dan beradab, sebuah kondisi imaginer yang bertolak belakang dengan Indonesia saat ini. Dia dan keluarganya harus menghadapi kenyataan pahit menghadapi kebangkrutan dan kemiskinan.
Muatan nasihat tidak terlalu kental di film ini. Aspek religius bahkan nyaris tak ada. Film ini penuh sindiran untuk pemerintah. Walau tak sekental Nagabonar, pesan di film ini tetap terasa. Akting Pak Deddy tetap menarik walau tidak dalam porsi besar, mungkin memberi kesempatan kepada sang anak.
Buat aku film ini tetap menarik, tetap berguna dan menyisakan keheranan akan kemiripan thema cinta dengan Nagabonar. Is this what he really believe? Tak masalah, sih.

2 comments:

Taiko Tari said...

Kok kayaknya seru, ya. Titip sekeping dong, Dod, kalo masih ada...

hijau said...

sipp. kebetulan orang kantor juga ada yang nitip. alamatnya jangan lupa ya, tar...