Thursday, November 26, 2015

Hujan di Hari Guru

Hai semua.
Lama banget ga ketemu ya.
Jangan nanya alasannya apa lah ya, kenapa lama ga nulis. Soalnya aku bingung juga jawabnya. hehe. Bahkan setelah mikir lama. Males kayaknya sih, alasan yang tepat hahaha.

Tapi kejadian kemarin bikin aku mikir terus ya. Sampai akhirnya hari ini masih kepikiran. 
Ceritanya gini. Kemarin kan hari guru. Ok, standar lah, aku bikin status di facebook, Selamat hari guru bla bla bla. Intinya aku mengharapkan guru-guru aku diganjar kebaikan karena telah bersusah payah mendidik aku, walau aku bukan anak mereka. Walau do'anya bukan basa-basi, tapi kenapa ya, rasanya biasa aja. Ya sudah lah, kemudian aku kembali ke rutinitasku.

Kebetulan Bandung lagi hujan melulu. Ditambah banyak drama pekerjaan gak mau dipause. Sambil nunggu laporan dari teman-teman, gak sengaja buka youtube (ini gak sengaja, gimana ceritanya ya? haha). Aku buka acara Kick Andy, yang bintang tamunya Ginan Koesmayadi. Dulu aku sudah pernah nonton sih. Tapi yang ini agak beda, ini videonya dishoot dari lokasi shooting. Jadi bisa nonton kegiatan yang ga ada di studio dan gak disiarkan di TV. Video ini dipotong menjadi lima bagian. Bisa dilihat di tautan ini: Bagian 1, Bagian 2, Bagian 3, Bagian 4 dan Bagian 5.

Video ini lucu sekaligus mengharukan buatku. Lucu, karena memang Ginan orang yang humoris dan sangat sunda sekali. Orang sunda menurut saya memang tidak bisa dipisahkan dari humor, selain memang cara ngomongnya memang lucu. Aku mengerti, ya karena memang aku orang Sunda hehe.

Ginan ini satu almamater saya di SMA 2 Bandung, walau terpaut jauh angkatannya. Ginan memakai narkoba dari SMP sampai akhirnya terinfeksi HIV. Dia bercerita tentang kehancuran hidupnya dan kehilangan banyak hal, materi, teman dan keluarga. Bertahun-tahun hancur, akhirnya dia bertekad sober dan mendirikan Rumah Cemara. Semacam tempat untuk menampung kaum termarginalkan, pecandu narkoba dan ohida. Bahkan lebih jauh, Ginan bisa mengorganisasi tim dan penggalangan dana untuk mengirim tim perwakilan Indonesia ke ajang Homeless World Cup di luar negeri. Sangat Hebat.

Di video tersebut kita bisa melihat perjuangan Ginan dan teman-teman, serta cerita orang-orang disekitarnya, bahkan keluarga dan guru-gurunya. Buat yang sudah lulus SMA atau mungkin seumuran aku, kita akan bisa sangat mengerti hiruk pikuknya kehidupan SMA. Penuh ceria tapi juga sekaligus drama. Tamu di acara tersebut ada Mas Win dan Pak Kadir, keduanya guru olahraga SMA 2 Bandung. Tidak mengajar aku, tapi aku cukup mengenal beliau-beliau. Maklum selepas SMA aku masih tetap bergaul dengan guru-guru, khususnya guru SMAku. Beliau bercerita sempat mengantar Ginan pulang ke rumah, setelah diusir dan tak berani pulang ke rumah.

Saat itu pula memori aku serasa kembali ke masa-masa sekolah. Aku sungguh sangat-sangat beruntung memiliki guru-guru seperti mereka. Mereka bukan saja mengajarkan aku ilmu pengetahuan, tapi juga etika, perilaku dan yang paling penting, mereka masih sempat mendengarkan keluh kesahku. Padahal sumpah kalau dibahas sekarang, gak penting! Hahaha. Aku bilang aku beruntung, karena ternyata banyak teman dan keponakanku tak mendapat apa yang aku dapat. Aku kadang sangat menyesal pernah menyusahkan mereka. Aku belum pernah memakai narkoba, alhamdulillah, tidak juga HIV+, tapi pernah minta uang (jangan ditiru!), pernah makan di rumah guru, pernah tidur di rumah guru, pernah pulang malam, dan pernah-pernah lainnya.

Tak tahan lagi, aku harus benar-benar berterima kasih sama mereka. Walau aku sangat sadar tak akan pernah bisa membalasnya. Aku pun menelepon salah satu guruku --seumur sekarang pun, aku masih menyusahkannya--, seperti yang aku bilang aku sangat beruntung memiliki dan masih berhubungan dengan mereka. Aku menelepon beliau apakah yang mereka harapkan dari aku seumur segini. Jawabannya adalah, beliau hanya berharap apapun yang aku lakukan, harus berdasarkan pemikiran, harus memiliki sikap dengan sadar. Bukan masalah salah atau benar mengambil sebuah tindakan. Tapi harus tahu bahwa apa yang aku pilih, apa yang aku lakukan, harus berdasarkan pemikiranku sendiri, bukan ikut-ikutan orang lain. 

Aku pun hanya bisa terdiam, karena ternyata ajaran mereka tak berhenti setelah aku lulus. Ajarannya masih ada di dadaku hingga saat ini, mungkin hingga  aku menutup mata.

Terima kasih, hanya Alloh yang bisa membalas amal ibadah mereka.

Wednesday, June 24, 2015

Remembering Her

Bi Dedeh dan Amih sedang ngobrol di depan rumah Ciamis
Sekarang Ramadhan sudah berapa hari ya? hari ke 7 rupanya. Tak terasa.
Ada yang berbeda dengan puasa kali ini. Untuk pertama kalinya aku puasa di kota Jakarta. Sahur dan buka puasa di kosan, sesekali di mall, sesekali di kantor. Bukan hal yang aneh. Sudah kesekian kalinya aku menjalani puasa di perantauan.

Ada yang berbeda dengan puasa kali ini. Entah kenapa di puasa kali ini ingatan akan Amih senantiasa berkelebat. Padahal puasa kali ini berat sekali tantangannya. Deraan pekerjaan seakan tak berhenti. Menuntut kendali fisik dan psikis. Artinya gak ada waktu untuk melamun, bahkan kalaupun itu dilakukan dengan sengaja.

Ini adalah puasa kedua aku tak bersama amih. Sejak kepergian amih tepat seminggu setelah pernikahanku tahun lalu. Memori percakapan, kilasan wajah, senyum, tatapan beliau menyelinap tak terduga di sela-sela kegiatanku.

Pernah ketika aku shalat tarawih sendiri di kamar kos, ingatan tertuju pada saat aku entah SD entah SMP ketika sholat tarawih berjamaah di mesjid Al Hidayah dekat rumah. Kala itu Apih jadi imamnya. Pulang salat tarawih di rumah, sambil ceria khas, Amih bercerita kalau dia tadi tegang, takut Apih salah jadi imamnya, takut milih surat yang panjang dan dikatain orang-orang hahaha.

Di saat lain, ketika aku terdiam memikirkan pekerjaan, Amih terasa memeluk aku. Pelukan itu terasa sangat nyata. Tanpa terasa derai air mata tak dapat aku bendung. Ya, Alloh.. aku sangat merindukannya. Tempatkanlah beliau di surgaMu.

Aamiin.

Friday, May 22, 2015

Hati

Sebelum saya lupa, aku ingin menulis ini : Hati tahu kapan memilih rasa.

Begini ceritanya. Dulu waktu aku menginginkan sesuatu, aku sangat berharap. Sebisa mungkin, mencari jalan untuk mendapatkan itu. Gagal, coba lagi. Jatuh, bangun lagi. Bahkan menghiba dan bersimpuh pun aku lakukan. 

Ternyata hal itu ternyata ditanggapi berbeda oleh orang lain. Ada yang terharu, tak peduli, membantu, mencibir atau memanfaatkan. Tapi (seharusnya itu) tak masalah. Seharusnya aku memilih berbaik sangka. Seharusnya semua itu sama di mataku. Semua mencoba membantu. 

Seiring berjalannya waktu. Detik demi detik menghadapi itu, hati tahu bagaimana harus bertindak. Hati seringkali salah, tapi dia cepat belajar. Dia tahu memilih perasaan, dengan tanpa menghilangkan husnudzon.

Hati tahu dia tak perlu merasa bahagia ataupun sedih ketika disodori harapan dan angan-angan. Hati memilih berhati-hati. Tidak ada pujian, sindiran, maupun perkataan yang merubahnya. Dari siapapun. Hati memilih menunggu.

Monday, February 16, 2015

Tenang

Ketika kita pikir kita sudah mencapai rock bottom, rasanya ingin mengilustrasikan diri sedang berada di dasar sumur, berteriak dan menggapai tapi tak ada orang lain yang mendengar. Kita mencoba sekuat tenaga, memutar otak, mencari cara, tapi tak kunjung berhasil.

Akhirnya kita tak ada cara lain. Kita berserah diri pada Alloh, memohon diberi kekuatan untuk keadaan lebih baik dan bisa berlapang dada. Kita pun tenang. Kita merasa kalau kita berhak mendapatkan tenang itu. Walau kita masih terjebak di dalam sumur, setidaknya kita tak lagi khawatir. We got nothing to lose.

Lalu kemudian dasar sumur bergerak, berderak dan hilang. Membawa kita ke lubang lebih dalam. Alloh menguji kita apakah tenang yang telah diberikanNya masih ada, masih kita jaga dengan baik?

Semoga tenang itu masih bisa aku bawa kemanapun aku pergi. Harapan tenang itu akan membawa aku ke sebuah yakin. Yakin akan khawatir itu tak perlu ada lagi. Yakin kalau aku selalu dijaga sang Maha Pemelihara. Insya Alloh. Aamiin. Semoga.