Friday, October 04, 2013

Memilih

Aku berprinsip bahwa manusia itu pada dasarnya baik.
Manusia itu adalah bagaimana kita (memilih untuk) melihatnya.

Tapi tetap saja, pada kenyataannya hal itu sangat sulit diterapkan. Pernahkah anda merasa telah mengetahui seseorang? Rasa itu kemudian berubah menjadi keyakinan dan kemudian keyakinan itulah yang membutakan. Membuat kita lupa akan dua kalimat pertama di atas.
Keyakinan itu yang membuat kita terdorong dan dengan sombong mencap bahwa seseorang itu buruk. Seorang penjudi. Seorang teman yang buruk. Seorang yang malas. Seorang yang menyebalkan.

Manusia diciptakan dengan kebaikan dan keburukan. Kekuatan dan kelemahan. Itu sudah fitrah manusia. Hal itulah yang menyebabkan kita disebut "manusia". Akan sia-sia kalau kita berharap manusia menjadi malaikat. Kita hanya bisa berusaha keburukan itu berkurang. Dan keburukan itu akan hilang jika dan hanya jika Tuhan menghendakinya. Jadi bukan kita yang menghilangkannya.

Adalah sebuah pilihan, bagaimana kita melihat manusia. Kebaikannya atau keburukannya. Kekuatannya ata kelemahannya. Hanya saja, kalau kita memilih melihat kebaikannya, kita akan semakin memahami dan menghargainya. Jika kita memilih melihat keburukannya, kita akan menyepelekan dan membencinya.

Pilihlah kebaikan. Karena hal itu yang aku pelajari di minggu ini. Disaat aku yakin seseorang itu buruk, walau aku mengakui sisi baiknya, aku dipertemukan Alloh dengan kebaikan, kesabaran, dan kemuliaan orang itu. Hal itu seperti menampar dan membuat aku sangat sangat malu. Aku ingin menangis dan meminta maaf padanya saat ini juga kalau aku bisa.

Jangan membuat pilihan buruk seperti yang aku lakukan. 
Sekali lagi, pilihlah kebaikan.

Sunday, July 28, 2013

Batu di bulan Ramadhan

Ramadhan kali ini gak ada tanggal merahnya. Artinya aku gak bisa balik ke Bandung, ngerasain sahur dan buka di rumah. Tapi masa harus gitu sih? Gak enak amat puasa non stop gak ngerasain masakan Amih. Ok, aku tentukan asal saja. Biar ga ada tanggal merah atau hari libur kejepit, aku tetap memutuskan ke Bandung. Aku pilih secara asal, pulang tanggal hari Jum'at tanggal 19, balik lagi Palembang, senin subuh tanggal 21. Deal. Tiket pesawat pun aku pesan jauh-jauh hari, bahkan sebelum Ramadhan dimulai. Biar murah.

Puasa kali ini kami di kosan gak masak lagi. Yang bisa masak udah pada pindah. Jadilah kami pesen katering. Si katering ini datang dini hari jam 1 atau jam 2. Dan yang biasanya kebagian buka pintu pager adalah aku. No problemo. Ramadhan aku jalani hari demi hari dengan antusias. Alhamdulillah lancar. Tapi kemudian, tiba-tiba ada tugas keliling dalam rangka safari Ramadhan, dan aku kebagian. Gak masalah sih, aku kan memang biasa jalan darat keliling Sumbagsel sehubungan dengan tugasku. Bahkan sekarang lebih asik, kan banyak temennya. Aku biasa sendirian ditemenin sopir doang. Cuma, aku kebagian tanggal berapa ya? takut bentrok sama jadwal pulang.

Ternyata aku kebagian tanggal 16 (Selasa), balik Palembang hari Kamis. Sip, aman. Lanjut kerja sehari Jum'at, sorenya balik Bandung deh. Jalurku Palembang - Jambi - Muara Bungo - Palembang. Kegiatan lancar dan aku bersenang-senang soalnya di mobil aku asik, bisa canda-candaan, jadi bikin perjalanan gak kerasa. Tapi kemudian, di hari Rabu ada perubahan jadwal mendadak. Kami harus melanjutkan ke Lubuk Linggau. Balik Kamis malam. Ok, masih ga masalah. Jum'at pagi tetap aku sudah di Palembang kok. Tapiiiii.. kemudian aku dapat telepon harus sudah ada di Jakarta hari Jum'at pagi jam sembilan. Aku mulai gak tenang. Lubuk Linggau - Palembang itu 8 jam. Jadi kalau mau aman, jam 8 malam harus sudah meninggalkan Lubuk Linggau dan mengejar penerbangan paling pagi.

Walau pontang panting, singkat kata aku berhasil sampai di Jakarta tepat jam 9. Aku memanfaatkan waktu perjalanan, di pesawat, di taksi dengan tidur. Aku benar-benar kelelahan. Untungnya aku gak harus grasak grusuk nyari travel Jakarta-Bandung, setelah dapat tebengan gratis dari teman. Hanya saja gak lewat Cipularang, tapi lewat Puncak, soalnya temanku mau ke Cianjur. Gak masalah juga. Aku sudah sangat lama gak lewat Puncak. Jadi sekalian nostalgia. Perjalanan jalur Puncak ini seolah menekan tombol memori yang entah sekian lama terlupakan. Dulu aku pernah sangat membenci jalur ini, karena seringkali macet. Tapi kali ini sungguh-sungguh sangat bersyukur. Udara dingin, jalan bagus, ramai, dan untungnya tidak macet. Berbeda sangat jauh dengan perjalanan hari-hari sebelumnya di Sumatera.

Sabtu malam aku sudah sampai di rumah, Alhamdulillah. Tanpa mengenal lelah, pagi-pagi aku bangunkan si Azhar. Dia ulang tahun hari itu. Dan aku sudah berjanji untuk membelikannya hadiah. Siang hari kami sudah di rumah. Aku memang berniat berbuka di rumah bersama keluarga. Tepat lima menit sebelum buka, pinggang kananku sakit, perut kanan depan pun sakit. Duh.. kenapa ya? apa karena puasa? Serentak setelah adzan maghrib, aku buru-buru minum teh hangat, takut maag. Terus makan dan sholat. Tapi kok, sakit ini kayaknya malah makin parah ya. Aku cepat-cepat pergi ke dokter depan rumah, dia menerka ini cuma sakit otot biasa dan memberikan obat anti nyeri.

Aku tunggu reaksi obat itu. Tak kunjung berhasil. Nyerinya berubah menjadi sangat dahsyat. Aku tak tahan lagi. Aku lalu menelepon kakak iparku untuk diantarkan ke rumahsakit. Sialnya, kakakku sedang di supermarket. Jadi aku harus menunggu lama. Aku berguling-guling di tempat tidur menahan sakit. Seingatku ini adalah rasa sakit tersakit yang pernah aku rasakan. Rintihan dan lolongan seakan ingin aku keluarkan. Tapi tetap aku redam. Aku takut Amih dan Apih di lantai bawah khawatir akan keadaanku. Di mobil menuju rumah sakit aku seakan mau mati. Begini mungkin ya rasa ajal dicabut, pikirku.

Setelah sampai di Unit Gawat Darurat aku gemas dengan perawat yang seakan lambat menanganiku. Aku memohon mereka segera menyuntikku dengan pain killer terampuh yang mereka punya. Tentu saja, mereka tak akan serta merta menyuntikku tanpa tahu sebab musababnya, hahaha. Lolongan akhirnya tak bisa aku bendung, aku mencoba berdzikir, walau diselingi ratapan kesakitan. Aku bahkan menangis dan mengeluarkan air mata. Rasa sakit itu memang sangat hebat, padahal sebelumnya aku pernah mengalami kecelakaan dan hilang gigi depan tiga buah. Tapi dibanding sakit ini, tidak ada apa-apanya. Aku masih merinding jika mengingat rasa itu. Akhirnya suntikan aku terima lewat tangan kiriku. Sepuluh menit kemudian aku seakan lupa rasa sakit yang tadi. Aku kaget, terus terang saja. Bahkan agak sedikit malu sudah berteriak-teriak seperti tadi. Alhamdulillah.

Aku kemudian berjalan sendiri tanpa bantuan ke toilet untuk mengambil sample urine. Ternyata aku infeksi saluran kencing. Dokter memberiku obat dan membolehkan aku pulang. Tepat pada saat aku akan pulang, rasa sakit itu kemudian menyelinap kembali. Aku langsung tegang, dan bertanya kepada dokter apakah aku memang benar-benar sudah boleh pulang. Aku lebih baik dirawat di rumah sakit daripada harus mengalami rasa sakit seperti tadi. Aku memilih diam dulu di rumah sakit, dan menunggu sekitar setengah jam agar yakin rasa sakit itu tak kembali. Ternyata reaksi obat mulai bekerja, dan rasa sakit itu pun hilang. Aku pun pulang ke rumah.

Besoknya aku memutuskan puasa, Karena memang rasa sakit itu tak lagi aku rasakan. Lagipula aku berniat buka puasa bersama bareng teman-teman SMAku. Apalagi aku termasuk panitianya. Gak enak kalau tak datang. Siang hari aku bahagia, karena ternyata rasa sakit itu tak lagi kembali,. Tapi kemudian di tengah persiapan acara, sekitar jam 4 sore, rasa sakit itu menyergap. Dan langsung sakit, tidak mengendap-endap dahulu, tapi memang tidak sesakit kemarin malam. Dengan berat hati aku langsung memutuskan batal dan segera meminum obat. Rasa sakit mulai berkurang tapi tak benar-benar hilang. Terlupakan oleh senda gurau bersama teman-teman yang memang sudah lama tak berkumpul.

Setelah pulang ke rumah, di malam hari, aku tak bisa tidur. Rasa sakit kembali menerpa, aku berguling di tempat tidur. Masih bisa aku tahan walau dengan keringat dingin. Rasa sakit itu hilang sekitar waktu sahur. Aku memutuskan tak puasa dan tak jadi pulang ke Palembang, dan datang ke dokter urolog di rumah sakit Santosa. Ternyata dokternya adalah dr Kuncoro Adhi, ketua OSIS waktu aku di SMP 15 Bandung hehe. Setelah diperiksa dan diUSG, dokter menemukan batu di kedua ginjalku. 0,7mm di sebelah kanan dan 1,4cm di sebelah kiri. Yang kanan menimbulkan sakit karena sudah menyumbat saluran air seni dan menjadi bengkak. Aku diberi obat tambahan dan diharuskan banyak minum dan difoto saluran kencingnya.

Otomatis aku tak bekerja dan tak berpuasa seminggu lamanya. Rasa sakit mulai berkurang walau tak benar-benar hilang. Bahkan pernah datang lagi si sakit hebat di hari Selasa atau Rabu, aku lupa. Aku kapok kurang minum. Saat ini aku memutuskan kembali ke Palembang karena harus membereskan pekerjaan yang aku tinggalkan. Semoga saja si batu benar-benar hilang meninggalkan ginjal dan saluran kencingku. Aamiin.

Monday, June 03, 2013

Cilok Hadiah

Saat ini aku sedang duduk sendiri, menatap laptop kantor di meja hotel. Aku tak bisa berhenti tersenyum mengingat kejadian hari tadi. 

Aku sebetulnya agak segan memulai hari ini. Aku harus menempuh perjalanan Palembang - Bandar Lampung via darat selama 10 jam. Kalau aku beruntung, kondisi jalanan baik, tidak ada kecelakaan dan cuaca cerah, aku akan menghemat 2 jam. Jadi total 8 jam. Walau segan, tak banyak pilihan yang kupunya. Jadwal tugas ini aku sendiri yang membuatnya. Jadi tidak ada alasan untuk membatalkan kepergian ini. 

Jadwal aku hari ini adalah dari Palembang langsung ke Bandar Lampung, sambil sesekali berhenti di Tulang Bawang dan Bandar Jaya. Tugas sebenarnya baru dimulai besok. Ke Bandar Jaya dan Metro. Hari Rabu dilanjut disekitaran dalam kota, di Raden Intan dan Kedaton terus pulang ke Bandung dengan pesawat Merpati yang tiketnya aku beli sendiri. Berhubung Jum'at hari kejepit, jadi aku tak akan melewatkan kesempatan libur panjang.

Pagi dimulai dengan baik, cuaca sangat cerah. Lalu lintas di Indralaya yang kukhawatirkan akan macet, ternyata berjalan dengan tanpa hambatan sama sekali. Sarapan aku dapatkan di pom bensin di luar Kayu Agung. Semangkok Indomie rebus dan dua potong gorengan. Kalau tak salah itu sekitar jam sembilan. Tanpa menghabiskan waktu lebih lama lagi, kami melanjutkan perjalanan.

Hari ini agak sedikit berbeda. Tanpa disengaja, subuh tadi sambil menunggu dijemput supir, aku membaca twitnya aa gym (@aagym), aku lupa isi tepatnya, tapi kurang lebih isinya begini: mulailah hari dengan senyum, hal yang berguna, perkataan yang berguna. Hal itu pula yang ingin aku lakukan. Aku memutuskan hari ini ingin menjadi pribadi yang tidak akan menyesali perkataan yang pernah keluar dari mulutku. Well--setidaknya, at least, untuk hari ini. Lagian, hari ini akan aku habiskan berdua dengan Mas Agus, supir kantorku. Gak lucu rasanya menghabiskan perjalanan  panjang sambil bete-betean.

Aku tiba di Tulang Bawang jam 12 siang. Lebih cepat dari perkiraanku. Asik banget nih, aku bisa ke Bandar Jaya jam 14:00 dan melakukan tugasku, jadi tugasku besok bisa jauh lebih ringan. Gak usah makan siang di Tulang Bawang ini, di Bandar Jaya aja. Masih belum lapar kok. Begitu pikir kami.

Tapi takdir berkata lain. Tak lama setelah meninggalkan Tulang Bawang, sebelum kota Menggala, kami berada dalam antrian yang sepertinya sangat panjang. Truk-truk besar berhimpitan tanpa maju sedikit pun. Akhirnya mas Agus, memutuskan ngambil jalur kanan beserta banyak kendaraan pribadi lainnya. Jalur sebelah memang kosong sih, jadi bisa kami gunakan untuk menyalip antrian tadi. Tapi ternyata setelah jauh menyalip, antrian itu tak kunjung berkurang. Sekarang bahkan jalur lawan menjadi penuh. Kami terpaksa maju di bahu jalan dengan berlawanan arah. Dan, antrian tetap mengular. Tepat jam 14:00 kami dan rombongan pelanggar arus itu distop sekawanan polisi. Kami pun ditilang. Yah, kami memang salah. 

Mas Agus kesal, karena ternyata si polisi nggak bisa disogok. Aku tak mendebatnya, aku tahu dia sedang kesal. Jadi tak ada guna menambah kekesalannya. Tekadku tadi pagi masih dengan jelas aku ingat. Dan tekad itu sangat-sangat membantu mulutku. Insiden itu kemudian diperparah dengan tugas kantor yang tak lantas berhenti. Aku tetap harus sambil membalas email, menelepon bahkan membuka laptop di tengah keruwetan itu. Entah berapa kali ingin rasanya aku menulis kata-kata yang menyindir, berserapah dan membalas kekasaran orang lain. Tapi syukurlah tekad itu seakan membangun pagar.

Sampai jam 16:00 kurang kemacetan tak berkurang. Sudah dari tadi aku menahan lapar. Tak ada sedikitpun makanan di mobil kami, hanya ada sebotol kecil Pocari Sweat. Hal itu kemudian diperparah dengan kegelisahan pada saat kulihat tanda bensin tinggal satu strip. Kami harus mematikan mesin dan AC untuk menghemat bensin. Tapi hari itu aku aneh dengan diriku sendiri. Tak ada sedikitpun terbersit keinginan untuk marah. Mungkin juga aku terhibur dengan komen teman-temanku di Path. Mereka mengolok-olok kemacetan yang ku hadapi, dan entah kenapa teman-temanku malah lantas membahas cilok. Duuuhhh... aku jadi malah makin lapar dan jadi ingin makan Cilok hahaha.

Aku pun keluar mobil, berteduh di bayangan truk-truk besar. Kemudian ada seorang supir tangki bensin dengan berkaos dalam dan bercelana pendek bolong-bolong menghampiriku. Dia mengajaku mengobrol. Hanya saja aku tak bisa memahami apa yang dia bicarakan. Dia terlihat marah dan berbicara tentang proses distribusi bensin yang dia lakukan. Dan dia marah kepada Pak Rudy, yang sepertinya nama seorang petugas administrasi yang menerbitkan surat jalan di kantornya. Akhirnya aku hanya melongo dan mencoba berempati sebisa mungkin dengan jawaban: ooh, begitu ya pak, mmmm, dan kata-kata yang aku pikir dapat membesarkan hatinya. Untunglah pembicaraan itu dipotong oleh antrian yang tiba-tiba bergerak. Kami semua serentak masuk ke mobil masing-masing.

Antrian mulai bergerak. Aku sedikit lega. Tapi hanya untuk sebentar saja. Antrian kembali terhenti. Aku terus terang saja menjadi kecewa. Lapar dan khawatir kehabisan bensin kembali membuatku termenung. Tapi kemudian tekad pagi tadi seakan berbisik menghiburku. Manusia hanya bisa berencana, tapi Alloh lah yang menentukan. Ketika tak ada lagi yang bisa dilakukan dan yang kamu bisa lakukan satu-satunya adalah memohon pertolongan Alloh, itu lah yang akan Alloh berikan. Bisikan itu seakan menghembuskan harapan dan senyuman.

Dan tiba-tiba saja, sambil mobilku berjalan sedikit demi sedikit, kulihat sepeda motor berjualan bertuliskan: CILOK. Whattttt???? Aku seakan tak percaya, dan tertawa sekeras-kerasnya. Cilok. Makanan orang Sunda, di tengah antah berantah ini? Hahahaha. Aku benar-benar tak percaya. Aku langsung membeli cilok itu dengan memakai bahasa sunda. Si emang penjual cilok pun tersenyum dan menjawab dengan bahasa sunda pula. Sambil menikmati cilok itu tak henti-hentinya aku tersenyum dan bersyukur. Dan si peristiwa cilok itu pula ternyata merupakan ujung kemacetan. Jalan didepannya langsung lancar.

Ah... Subhanalloh, Alhamdulillah... Alloh itu lucu...in the Great way.

Monday, May 27, 2013

Coretan di Kepenatan

Hari demi hari bahkan mungkin detik demi detik, kita melakukan banyak perbincangan. Banyak cerita yang saling diungkapkan. Dan itu pula yang aku lakukan.

Sampai suatu kali, sahabatku menanyakan hal yang mencengangkan. Lo sadar ga yang lo ceritakan selama ini hanya soal kerjaan lo. Specifically, your boss? 

Hal itu terus terang saja bagiku bagaikan sebuah getokan dengan vas bunga di tengah-tengah pidato. Atau guyuran air seember disaat sedang menyanyi (hahaha lebay. Tapi entah kenapa analogi ini terasa sangat tepat sekali). Aku bukan tersinggung dengan pertanyaannya. Tapi aku sebegitu terhenyak dengan kenyataan, bahwa dia benar. Akhir-akhir ini aku sebegitu didominasi oleh keluh kesah dan kisah tentang pekerjaan dan dinamika staff-atasan. Apakah aku memang sediperbudak itu? Come on, this is just a job! Bagaimana mungkin hal ini menggerogoti aku sedemikian parah. Seakan-akan dunia hanya berpusat pada pekerjaan dan masalah aku dan atasanku. Harusnya di tengah-tengah kegilaan ini aku harus punya waktu buatku sendiri. Waktu dimana aku merasa bebas merdeka dengan jati diriku.

Pekerjaan itu memakan waktu nyaris setengah hidup kita per harinya. Lantas, akankah kita mengizinkan dia mengambil yang setengahnya lagi? Harusnya aku tak usah berpikir dua kali untuk menjawab pertanyaan ini. 

Seiring dengan kesadaran ini. Aku kemudian jadi bertanya-tanya, kemana angan-angan dan obsesi aku akan berkebun, desain interior, dan hal-hal lain yang dulu sangat aku sukai? 
Sigh. Aku sangat bersyukur punya teman yang mengingatkanku akan hal ini. Hal yang membuat aku kembali waras.

Aku berpikir pekerjaan lah yang menopang hidup aku. Pikiran itu sangatlah kufur, menurut aku. Bahaya malah. Sadar atau tidak hal itu membuat kita menyepelekan Tuhan. Naudzubillah..
Waktunya meniti simpul tangga tali dan merayap menjauhi kegelapan. Atau kita akan tenggelam lebih dalam..

Monday, February 04, 2013

Life Intermezzo

Pagi ini hujan sangat deras. Suara gemuruh derai hujan bagaikan suara merdu di telingaku. Sudah beberapa hari ini, Palembang sangat panas. Gemuruh ini seharusnya membuat hatiku gembira tak terkira. Tapi tidak pagi ini.

Pikiranku dipenuhi banyak hal. Minggu kemarin aku mendengar banyak berita buruk dari teman-temanku. Mereka dalam kesulitan besar. Hal itu sudah tercium sebelumnya. Aku percaya segala hal itu ada polanya. Diinginkan atau tidak. Kita melakukan sesuatu yang berulang pada periode yang tetap. Sekalinya pola itu berubah, artinya ada sesuatu. Hal itu pula yang aku lihat. Kemudian aku tanyakan. Setelah mereka bercerita, aku pun anehnya ikut merasakan kesedihan. Cerita mereka seakan menguak rasa sedih yang telah lama terkubur.

Namun pada akhirnya, aku hanya bisa ikut mendo'akan dan mencoba menjadi seorang teman. You won't be alone, friends. Semoga Alloh memberi kekuatan kepada kalian. Aamiin.

Wednesday, January 30, 2013

Scam Lance

Dulu sekali.. aku pernah sangat suka dengan buku biografinya Lance Armstrong, It's Not About The Bike. Reviewnya pernah aku tulis di sini. Buku itu kemudian aku berikan kepada temanku yang kebetulan adiknya sedang menjalani kemoterapi karena kanker. Saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri akan membelinya kembali, walau harus pesan ke Amazon atau Periplus. Tapi pas aku sedang jalan-jalan di pameran buku bekas, aku beruntung menemukan buku ini kembali.

Berkat buku itu, aku sangat mengagumi Lance. Aku bahkan punya gelang karet (rubber band) kuning khas Livestrong. Yayasan kanker yang dipimpinnya.

Beberapa bulan kemudian, aku membaca berita yang sangat mengejutkan. Lance Armstrong dituduh menggunakan doping pada saat dia meraih gelar juara Tour de France. Ketujuh-tujuhnya! Berita ini kemudian bergulir menjadi lebih buruk. Ternyata tuduhan ini sudah sangat lama sekali, akan tetapi Lance selalu menyangkalnya, dan tuduhan itu memang tidak terbukti. Tapi, tidak kali ini. Lance terpojok. Semua sponsor meninggalkannya. Bahkan seluruh gelar harus dicopot. Tuntutan ganti rugi pun mengalir deras. Lance masih menyangkalnya. Sampai akhirnya dia diwawancara Oprah. Dia mengakui semua kebohongannya.

Berita ini memang mengejutkanku. Tapi entah kenapa, tidak terlalu mengubah apapun. Ya, aku jadi tidak kagum lagi dengan Lance. Tapi pengetahuan yang didapat dari buku itu tetap aku rasakan berguna. Aku jadi lebih mengetahui tentang Tour de France. Aku jadi lebih mengetahui tentang kanker. Dan, oh ya. adik temanku itu kini dinyatakan bebas dari kanker. Sedikit banyak, entah iya entah tidak, mungkin buku itu cukup membantu menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.

Well, mungkin pada akhirnya apapun akan bermuara pada kita sendiri. Akan jauh lebih baik kalau kita mengambil kebaikan dari setiap cerita. Walaupun cerita itu sebuah kebohongan.

Wednesday, January 16, 2013

Girang iTunes Indonesia

Tinggal di luar Jawa menyadarkan aku akan banyak hal. Banyak hal yang sangat mudah aku dapatkan di Bandung, bisa jadi sangat sulit dicari di sini. Salah duanya adalah film dan musik. Masih untung aku tinggal di kota besar, Medan dan Palembang. Di dua kota tersebut ada bioskop jaringan 21. Bisa pake M-tix, lagi, jadi gak terlalu susah. Tapi jangan salah, lho, harga nonton di luar Jawa lebih mahal. Apalagi di saat weekend. Mungkin karena besarnya biaya distribusi dan faktor gak ada saingan.

Untuk membeli film yang sudah tidak tayang, di Medan, masih ada Disc Tarra dan toko lainnya yang menjual VCD/DVD original. Di Palembang, kita harus cukup puas dengan koleksi yang ada di Gramedia atau Carrefour. Jadi tak heran kalau DVD/CD bajakan menjamur di mal-mal. Bahkan generasi sekarang banyak yang gak tahu bagaimana mendapatkan karya legal. Aku pernah sangat heran ketika menanyakan letak toko kaset/CD musik kepada seorang satpam di Palembang Square. Dia tidak tahu kalau lagu itu ada CD nya, dia bersikeras menyuruh aku download di warnet. Hahaha. Dia mungkin akan semakin bingung kalau aku jelaskan tentang kaset yang ada pitanya.

Tapi sekali lagi, di kota besar masih jauh lebih baik. Aku ingat dulu berkeluh kesah tentang impor film yang dihentikan pemerintah. Kekesalan itu aku tumpahkan di twitter dan facebook. Saat itu aku sedang dalam perjalanan dari Lubuk Linggau ke Muara Bungo. Saat melihat ke luar jendela mobil aku otomatis tersenyum geli. Aku misah misuh gak ada film bermutu di bioskop, lupa kalau di daerah ini tak ada bioskop, tak ada toko kaset, tak ada toko dvd bajakan bahkan. Dan mereka masih bisa hidup dengan bahagia.

Aku termasuk yang agak enggan membeli produk bajakan selagi masih mudah mencari yang original. Kemahalan? ya, gak beli. Simple. Aku bahkan sampai sering banget order di Amazon. Harga di situs itu murah sebenarnya jika dibandingkan dengan produk lokal. Hanya saja biaya kirim yang membuat harga totalnya lebih tinggi. Setelah di Medan, anggaran Amazon tak ada lagi, teralihkan menjadi ongkos pesawat Medan - Bandung hehe.

Untuk produk yang tidak tersedia di Indonesia, aku membeli produk bajakannya. (hehehe, teuteup) Misalnya serial TV yang sedang tayang. Atau aku download. Tapi kalau untuk film yang aku nilai layak dijadikan koleksi, aku tetap membeli aslinya. Aku tak terlalu peduli formatnya, bisa VCD atau DVD. Untuk musik agak lebih rumit. Selain sulit mencarinya (terutama untuk koleksi lawas atau penyanyi yang tidak terkenal di Indonesia), godaan untuk mendownload sangat sulit ditahan. Apalagi untuk single (satu lagu yang dirilis tanpa album). Aku gak tahu harus beli dimana. Contohnya lagu Lirih-Chrisye atau Tak Seperti Dulu - Mike Mohede.

Oh ya, sebetulnya aku lebih menyukai lagu berbentuk digital. Sebagian besar musik yang aku punya, aku dengarkan lewat iPod. Bahkan perangkat audio di mobil pun sengaja aku ubah agar compatible dengan iPod. CD yang aku beli aku convert ke iPod. Bahkan kaset jadul pun aku convert menggunakan iKey. Nah... tanggal 4 Desember kemarin aku liat twitnya Indra Lesmana yang bilang kalau user iTunes Indonesia bisa beli musik dan film. Horeeee!!!

Selama ini user iTunes Indonesia cuma bisa buat beli aplikasi iPhone atau iPhone saja. Harganya pun sudah dalam rupiah. Satu lagu cukup murah 3000 sampai 5000. Kalau beli album lebih murah. Aku sangat-sangat girang dengan hal ini. Semoga bisa membuat musik Indonesia (terutama) makin dihargai.

Meninggalkan 2012

Hari ini sudah enam belas hari meninggalkan 2012. Entah sudah beberapa file yang aku buat semenjak posting terakhir dibuat. Tapi tak satupun file itu terselesaikan, tepatnya sengaja aku tak selesaikan. Moodnya hilang begitu saja. Mungkin karena sekarang-sekarang ini aku tenggelam di lautan pekerjaan, juga tenggelam di pusaran Path, Line Pop, Line Bubble, iTunes dan twitter, hehehe. Tapi mayoritas file itu tak aku selesaikan karena berisi kesedihan. Aku tak ingin blog ini penuh rentetan ratapan kesedihan. Sudah cukup.

Tak pernah aku sebegitu ingin melupakan sebuah masa, kecuali 2012 kemarin.

Dan sekarang sudah 2013!!!!
Kesibukan awal tahun yang tanpa henti serasa terusik oleh sebuah email notifikasi dari neng Sri, hehehe. Terimakasih ya.
Harapan demi harapan aku sematkan dalam diri. Do'a semoga Alloh melimpahkan rejeki dan mengabulkan keinginan. Aamiin.
Selamat Tahun Baru (yang terlambat)!!