Sampai suatu kali, sahabatku menanyakan hal yang mencengangkan. Lo sadar ga yang lo ceritakan selama ini hanya soal kerjaan lo. Specifically, your boss?
Hal itu terus terang saja bagiku bagaikan sebuah getokan dengan vas bunga di tengah-tengah pidato. Atau guyuran air seember disaat sedang menyanyi (hahaha lebay. Tapi entah kenapa analogi ini terasa sangat tepat sekali). Aku bukan tersinggung dengan pertanyaannya. Tapi aku sebegitu terhenyak dengan kenyataan, bahwa dia benar. Akhir-akhir ini aku sebegitu didominasi oleh keluh kesah dan kisah tentang pekerjaan dan dinamika staff-atasan. Apakah aku memang sediperbudak itu? Come on, this is just a job! Bagaimana mungkin hal ini menggerogoti aku sedemikian parah. Seakan-akan dunia hanya berpusat pada pekerjaan dan masalah aku dan atasanku. Harusnya di tengah-tengah kegilaan ini aku harus punya waktu buatku sendiri. Waktu dimana aku merasa bebas merdeka dengan jati diriku.
Pekerjaan itu memakan waktu nyaris setengah hidup kita per harinya. Lantas, akankah kita mengizinkan dia mengambil yang setengahnya lagi? Harusnya aku tak usah berpikir dua kali untuk menjawab pertanyaan ini.
Seiring dengan kesadaran ini. Aku kemudian jadi bertanya-tanya, kemana angan-angan dan obsesi aku akan berkebun, desain interior, dan hal-hal lain yang dulu sangat aku sukai?
Sigh. Aku sangat bersyukur punya teman yang mengingatkanku akan hal ini. Hal yang membuat aku kembali waras.
Aku berpikir pekerjaan lah yang menopang hidup aku. Pikiran itu sangatlah kufur, menurut aku. Bahaya malah. Sadar atau tidak hal itu membuat kita menyepelekan Tuhan. Naudzubillah..
Waktunya meniti simpul tangga tali dan merayap menjauhi kegelapan. Atau kita akan tenggelam lebih dalam..
No comments:
Post a Comment