Aku dapet sahabat pena bernama Mustapha Genda, tinggal di Freetown, ibukota Sierra Leone. Tapi kemudian Mustapha menolak ikutan, soalnya dia sudah punya satu sahabat pena lain, kalo punya banyak katanya takut gak kebales, ongkos perangkonya terlalu mahal katanya. So, ia akhirnya menawarkan untuk surat menyurat bersama kakaknya, Joseph Saidu Genda.
Btw, kenapa aku memilih Sierra Leone? Bukannya Amerika Serikat atau negara2 Eropa yang "lebih menarik?" Jawabannya adalah, aku suka negara yang tidak dikenal dan terdengar aneh, kalo negara terkenal kan suka muncul di berita2 atau film. Dan alasan yang lain adalah perangko-nya. Ya, dulu aku juga punya hobby filateli (Ya, ampun!), menurut aku perangko Sierra Leon adalah yang tercantik. Berbentuk berlian. Mudah2an aja aku bisa dapet :)
Joseph Saidu Genda bekerja membantu PBB yang sedang berada di negaranya. Dia menceritakan konflik parah yang terjadi di tanah kelahirannya. Orang tuanya entah dimana. Ia sangat berharap perang berakhir agar dia bisa sekolah lagi. Sayangnya komunikasi kami terputus, sekitar tahun 1998an, gara2 kantong yang cekak akibat krismon. Ya, ngirim surat ke luar negeri dulu dihitung per km dan ditimbang. Sekali kirim bisa sekitar 20ribu-an. Jumlah yang besar untuk seorang mahasiswa seperti aku. Alasan lainnya perhatian aku tersita hal lain kala itu, reformasi meruntuhkan orde baru. Gaya ya? padahal aku cuma piknik di Gasibu, denger orasi sambil makan cendol. Jauh lebih santai bila dibandingkan dengan tragedi Semanggi.
Aku tak pernah benar2 mengerti apa yang diceritakan Joseph sampai beberapa tahun kemudian, ketika aku liat di National Geographic yang menceritakan tentang bagaimana kisah gemerlapnya berlian di Sierra Leone yang seharusnya membuat negara mereka kaya, malah sebaliknya membuat mereka sangat sengsara, sampai2 mereka berharap mereka tak pernah memilikinya. Keserakahan orang akan berlian membuat penduduknya saling membunuh dan melumatkan banyak generasi penerusnya. Anak2 belia dijadikan tentara, perempuan diperkosa, laki2 dijadikan pekerja paksa.
Hal itu pula yang diceritakan film "Blood Diamond" yang barusan aku tonton di blitz sama Herri yang baru putus (lagi!--hehehe). Film berating "R" ini film yang penuh kekerasan, menceritakan perjalanan Leonardo DiCaprio --seorang penyelundup berlian sekaligus tentara korup-- mendapatkan berlian 100 karat yang didapat Djimon Honsou --korban perbudakan yang kehilangan keluarganya. Asli, dari awal sampai akhir film ini tanpa basa-basi penuh ketegangan dan kekerasan. Tembakan2 dihidangkan in your face. Film ini pula membuat aku sangat mengerti apa yang dirasakan Joseph, dan merasa sangat bersyukur memiliki negara yang walau penuh bencana, tapi tetap bisa memberikan kebebasan dan kesenangan untuk menikmatinya. Sesuatu yang entah kapan akan didapatkan pengungsi2 di Afrika.
Sayangnya aku sekarang tak bisa menemukan Joseph.
Pasti dia sekarang merasa lebih lega, berlian menjadi sesuatu yang dilarang dan coba untuk dilupakan oleh Sierra Leone. Di bisa mencoba meraih apa yang diinginkannya, sambil menutup luka yang masih membekas di ingatan...
Oh, iya, pulang nonton, sekitar jam 1 malam, di tempat parkiran Parijs Van Java yang gelap, seorang tukang parkir sedang menunggu di depan mobilku. Aku sangat kaget ketika dia bilang bahwa jendela kiri depan mobilku terbuka, dan dia sedang menjaganya. Alhamdulillah, tidak ada yang hilang sedikitpun. Terimakasih banyak Mas Rudi, maaf sudah merepotkan Anda. Semoga kebaikan Anda mendapat balasanNYA. Amin!
4 comments:
Alhamdulillah masih ada orang kayak Mas Rudi di zaman ini...
lain x jg kunci kontaknya yg tinggal ya:-)
oesmanch
Iya, mas aku bersyukur banget!!
kunci? engga atuh:)
Dod, gua juga ikutan lho dulu. Yang satu agak lama bertahannya tuh dari Eersel, Belanda. Tapi sekarang udah gak pernah kontak lagi.
Kalo inget IYS, aku inget dulu sempet ngeracunin temenku yang lain biar ikutan. Tapi malah akhirnya aku yang surat2an. Namanya Irene Ruiz dari Panama.
Sayang semua juga putus..
Makasih dah mampir, ya Tar :)
Post a Comment