Tiba di airport Casablanca agak-agak grogi. Takut. Selain masih ga percaya, aku menginjakan kaki di tanah yang selama lebih dari 10 tahun hanya ada dalam bayangan saja, juga takut kalau visa nya ga disetujui.
Dari yang aku baca, visa untuk orang Indonesia bisa didapat on arrival, dan itu bersifat reciprocal, alias berlaku juga buat orang Morocco yang datang ke Indonesia. Tapi kenyataaan itu tetap saja tak membuat hati jadi tentram.
Setelah mengambil bagasi. Kita hanya mengikuti arah panah yang ditulis dalam bahasa Arab dan Perancis. Kita hanya melihat tulisan Sortie dan gak ada secuilpun yang bertuliskan immigration ataupun visa. Yah apa mau dikata, ga ada jalan lain kecuali pasrah. Arah panah keluar itu akhirnya mengarahkan kita ke antrian pemeriksaan paspor. Gak terlalu antri. Cenderung kosong bahkan. Setelah hanya dilihat dan dibubuhkan cap, tanpa membayar apapun atau ditanya apapun. Kita dibiarkan lewat. Aku bertanya-tanya, mungkin aka nada pos berikutnya. Tapi nihil. Kita dibiarkan saja sampai keluar airport. What? That’s it? Ah lega. Gak ada kesulitan apapun ternyata. Alhamdulillah.
Selanjutnya kita menukarkan uang di money changer. 1USD = kurang lebih 8 dirham. Selanjutnya, kita tinggal turun satu lantai dan pesan tiket kereta ke Casablanca. Perjalanan hanya berlangsung sekitar 30 menit saja.
Setelah sampai terminal, Kita langsung pesan tiket buat besok ke Marrakesh. Biar besok gak riweuh. Keluar dari terminal selain disambut tukang taksi yang entah ngomong apa (asli clueless bahasa Perancis nih), kita juga disambut semilir angin dingin yang langsung mengundang senyum dan beribu semangat. Anginnya dingin tapi cuaca cerah. Gosh, I love this weather!
Kita nginep di hotel Central yang sudah kita booking lewat internet sebelumnya. Hotelnya sederhana, lumayan bersih. Tapi sialnya kita ditempatkan di lantai 3 dan tidak ada lift. Kita harus ngegusur koper lewat tangga. Setelah kita minta kamar lain di kamar yang lebih rendah, dia bilang gak ada kamar lain yang kosong, dan nice view, cenah. Well, setidaknya dia gak bohong soal view itu. Benar, pemandangan dari balkon kamar kita menakjubkan, langsung ke pelabuhan, dan tepat di depan hotel kami ada sebuah taman kecil yang asri dan menyenangkan. Kita betah hanya dengan nongkrong di balkonnya saja.
Tapi apa enaknya cuma tinggal di hotel? Kita memutuskan langsung menelusuri kota. Bermodalkan GPS nya Rony, temenku. Ternyata memang gak jauh2 amat dari hotel kita, kalau mau ke kota. Setelah menelusuri jalan yang penuh dengan toko cindera mata, kita berhenti di sebuah persimpangan besar yang ternyata juga dekat dengan gerbang medina, kawasan kota lama Casablanca. Tanpa pikir panjang kita langsung memasukinya. Dan disanalah kita bertemu seorang bernama Abdul Karim yang tiba-tiba menawarkan perjalanan masuk ke medina. Baiklah..
Dia mengajak menelusuri medina, dengan sekali-kali berhenti di toko, entah itu toko tas, toko jelabah (pakaian seperti jubah luar yang biasanya digunakan untuk sholat), toko emas bahkan, dan toko-toko lainnya. Akhirnya kita menjelaskan bahwa ini kota pertama kami, dan menjinjing oleh2 kemana2 bukanlah ide yang baik. Syukurlah dia mengerti, akhirnya kita diajak menelusuri sisi lain medina. Medina adalah kawasan kota lama yang berupa jalan kecil, bahkan bisa disebut gang. Medina ini ada hampir di semua kota di Maroko, bahkan di negara –negara lainnya. Medina di Casablanca ini kumuh, dan tidak seindah medina kota lain (yang kelak akan kami kunjungi). Tapi menelusuri sudut-sudut kota itu tetap saja hal yang baru buat kami dan menarik untuk dilakukan. Si Abdul itu menerangkan tempat laundry, warung, hamam (tempat semacam spa), tempat mandi umum, sekolah, pasar, tempat pembakaran roti, tempat membuat kostum dan peralatan pernikahan, tempat mengambil air untuk umum (yang biasanya berhiaskan keramik Maroko yang khas dan indah), rumah Yahudi dan terakhir mesjid yang biasanya mudah dikenali, selain dari gerbang dan arsitekturnya yang indah, juga dari menara yang typikal (kotak dan berornamen nyaris serupa dengan mesjid lainnya di Maroko).
Disini pula kita selalu ditanya orang dari negara mana kami berasal. Biasanya, Malaysia? Philippines? Brasil? Tapi yang paling sering, dan kelak kami harus terbiasa adalah: Konichiwa? Menjengkelkan. Selain kami tentu saja bukan orang Jepang, kami juga gak tau harus menjawab apa (mungkin nanti aku tanyakan sama Tari hehe). Di tengah perjalanan kami berdiskusi akan membayar si Abdul ini berapa, 50? 100? Oke, 100 dirham kami nilai layak. Tapi kemudian dia khir perjalanan di Abdul itu bilang, Ok, this is the end of the Medina, and you have to pay me 100 dollars. What?!! Semanis itu dia bilang 100 dollar atau 800 dirham. Idih ogah! Akhirnya setelah tawar menawar, kita terpaksa merelakan 30 dollar. Pelajaran buat kita untuk menawar diawal perjalanan, bukan diakhir.
Setelah beristirahat sejenak di warung juice. Sumpah juice jeruk dan juice mangga nya enak banget!! Dan murah! 5 dirham saja. Kita berunding akan pergi kemana. Akhirnya kita setuju untuk mengambil walking tour yang ada di buku panduan Lonely Planet. Lagi-lagi bermodalkan GPS Rony kita berhasil menemukan Gereja Katedral yang menjadi start si walking tour itu. Walking tour itu menunjukan tempat-tempat bersejarah dan penting kota Casablanca. Seperti katedral, kantor pos utama, gedung pengadilan, alun-alun, hotel bersejarah, dan gedung bioskop lama. Walking tour ini melelahkan, anjrot!! Berjalan, melihat peta sekaligus memotret sama sekali bukan hal yang santai. Selain itu tour ini sama sekali tidak menyenangkan, bukan karena gak bagus, tapi karena bangunan yang kita lihat bukanlah sesuatu yang aneh. Percaya atau tidak, semua ya semua bangunan yang kita lihat mirip sekali dengan Bandung, gaya art deco dan jalanan bahkan alun-alunnya mirip sekali dengan bangunan lama di Bandung. Hanya satu dua saja yang dikombinasikan gaya Maroko.
Akhirnya di akhir tour itu kita kelelahan. Beristirahat sejenak di kawasan pertokoan. Saat itu kita baru sadar kalau menjelang sore, banyak kafe yang penuh oleh laki-laki, kalaupun ada perempuan hanya sedikit sekali dan itupun didampingi keluarga atau pasangannya. Mereka semua hanya duduk berlama-lama dengan meminum satu gelas minuman, kebanyakan sih teh mint.
Kemudian kami memutuskan untuk mengunjungi mesjid Hasan II yang terkenal dan kebetulan menaranya terlihat jelas dari hotel kami. Kami menempuhnya dengan berjalan kaki, karena terlihat dekat di GPS Rony. Keputusan bodoh yang nantinya akan kami sesali sekaligus kami tertawakan. Menara yang terlihat dekat itu ternyata anjrot cukup jauh untuk dikunjungi dengan berjalan. Bahkan dari hotel pun akan jauh, apalagi dari pusat kota. Ah kami memang bodoh. Setelah sampai di mesjid aku langsung duduk istirahat. Rony langsung mengeluarkan kameranya, foto sana sini. Dingin dan kelelahan tidak menyurutkan aku untuk melihat-lihat detail mesjid itu. Mesjid Hasan II sangat besar tapi sepi, mungkin karena hari itu hari Jum’at. Entahlah. Sambil menunggu Rony, aku putuskan untuk sholat di Mesjid ini. Awalnya aku dilarang, setelah bilang muslim akhirnya aku diperbolehkan masuk. Detail di dalamnya sangat menakjubkan, walau gak seindah Masjidil Haram ataupun Mesjid Nabawi, ukiran kayu cedar dan detail di dinding dan langit-langit sangat unik dan sangat Maroko. Hanya saja, di dalam terasa gelap, dan pengunjung yang sholat terlalu sedikit. Bahkan anehnya adzan maghrib tidak dikumandangkan melalui menara. Entah kenapa.
Setelah gelap kami memutuskan pulang ke hotel. Lebih bodoh lagi, kita memutuskan untuk kembali berjalan. Ah, kami tolol hari itu. Sepanjang perjalanan kami mencari restoran atau minimal tukang ayam bakar yang biasanya lazim di kota masyarakat Arab. Hasilnya nihil. Sampai akhirnya di tengah perjalanan kami melihat sebuah restoran mewah. Kami gak peduli berapa harganya yang penting makan. Kami selapar serigala hahaha.
Restoran yang kami masuki adalah Sqala, kalau dilihat dari depan (kami masuk lewat pintu belakang), bentuknya seperti kastil lengkap dengan pagar tinggi dan meriam menghadap laut. Yang datang pun fully dress up. Kita tak peduli. Tampilan turis membawa ransel dan kaus oblong menjelaskan dengan gamblang kalau kami memang turis. Ditambah ternyata kami tidak memahami buku menu yang ditulis dalam bahasa perancis hahaha. Kami minta dijelaskan masing-masing menu. Ok, kami memilih tajine. Tajine Legumes, kalau tidak salah si pelayan tadi bilang, kalau makan itu pake daging ayam. Salah besar! Hahaha. Kami tahu itu setelah Rony ngucek2 makanan untuk mencari daging. Setelah itu kami mengingat-ingat. Poisson=ikan, Boisson=minuman, poulet=chicken, agneau=daging kambing, boeuf=daging sapi.
Setelah makan, kami langsung menuju kamar hotel, dan tanpa banyak bicara kami langsung tertidur..
No comments:
Post a Comment