Karena hari masih terang, Ken menyarankan kita untuk mengikuti city tour menggunakan bis “Marrakech Tour”, sebuah bis dua tingkat, tingkat atas terdiri atas deretan bangku tanpa jendela dan atap, sehingga para turis dapat menikmati pemandangan dengan bebas. Dalam perjalanan ke bus stop terdekat, kita menemukan seorang turis wanita sedang bertengkar dengan penduduk lokal yang menuduhnya mengambil foto tanpa izin, si penduduk memaksa si turis untuk membayar, sedangkan si turis keukeuh merasa gak ambil foto dan tak mau membayar. Terdengar teriakan si turis, You’re crazy, I’m going to tell the Police! Trauma pertengkaran beberapa waktu dengan si ABG itu seakan teringatkan kembali.
Paksaan-paksaan dan perdebatan2 itu kelak menjadi sebuah hal yang biasa di Marrakesh ini. Pokoknya apapun yang dilakukan, saranku adalah tawar di awal!! Marrakesh ini sangat mengagumkan, tapi aku gak yakin akan bertahan lama jika hal ini tak segera dibereskan. Setelah sampai di bus stop yang tidak jauh dari Djema El Efna, kita agak menunggu sebentar, yang kita gunakan tentunya untuk foto2. Kita membayar 130dh/orang. Bus ini melewati 18 spot, dan kita bisa turun dan naik di bus stop manapun selama dari pukul 9 pagi sampai pukul 5 sore. Bus stop ini seharusnya dilengkapi dengan colokan headset untuk mendengarkan guide menerangkan cerita masing2 spot, tapi pas aku colokin malah mendenging.
Spot yang pertama kita temukan adalah Kasbah La Mamounia, tempat tinggal sultan, di luar gerbangnya terdapat warung yang berwarna warni menjual aneka buah-buahan dan barang lainnya. Warnanya sangat kontras dan aneh dimataku. Sayangnya mereka gak suka difoto, ada turis yang memegang kamera saja mereka sudah teriak no photo! no photo! Ihh suka kegeeran deh hehe. Tak jauh dari Kasbah itu terdapat istana yang dijaga oleh dua penjaga di gerbangnya, kawasan ini samasekali tidak boleh difoto.
Berikutnya adalah sebuah villa art deco yang dibangun tahun 1925 yang kini menjadi Hotel Le Marrakech. Didepannya terdapat Cyber Park, sebuah taman rimbun, penuh pohon eucalyptus (ini kan makanannya Koala ya?). Banyak orang hang out disana. Tampak seperti menyenangkan sih. Dilanjutkan ke kantor pariwisata yang tidak terlalu istimewa dan Hotel Agdal yang katanya merupakan sisa bukti keberadaan Dinasti Almohade, tapi menurut aku hotel itu seperti bangunan 80an biasa.
Dilanjutkan ke Royal Theatre, Gedung Kongres dan Royal Mirage. Di Royal Mirage ini kalo di foto sih kita bisa melihat pegunungan bersalju, tapi sayangnya kita hanya mengunjungi gerbangnya saja. Sudah keburu tutup. Kemudian kita mengunjungi Hivernage, sebuah kawasan yang asri, hotel-hotel mahal dan rumah-rumah elit. Sangat menyenangkan melihat kawasan ini, disini pula kita melihat sebuah kasino. Hal yang aneh di sebuah negara islam. Sambil menuju ke arah pemberhentian selanjutnya kita melihat sisi lain dari Marrakesh, sebuah kawasan modern lengkap dengan sidewalk café, mcDonalds, outletnya Zara, dan butik maupun antique shop modern. Dan oiya, sepanjang jalan penuh pohon jeruk lengkap dengan buahnya lho, nice view!
Spot terakhir adalah Koutoubia, salah satu mesjid terbesar, yang kalau dilihat dari luar sih seperti kastil dengan minaret yang sangat besar. Mesjid ini kabarnya merupakan tiruan mesjid di Seville, Spanyol.
Berada di atas bus itu terus terang saja memberikan kenyamanan dan kelegaan. Bisa menikmati kota tanpa harus repot bertemu orang-orang mengganggu yang untuk saat itu aku hindari terlebih dahulu. Setelah kembali ke riad sejenak untuk mandi dan beristirahat, kita memutuskan untuk ke Djema El Efna. Sumpah, keramaian disana benar sebuah hal yang unik dan indah. Ramai dengan pemandangan aneh juga ramai dengan suara yang bercampur aduk. Ada yang atraksi ala capoiera, snake charmer—itu loh yang niup suling biar ularnya nari, gerombolan ala tagonian, pembuat tattoo pake heina, storyteller, dan macam-macam, ditambah lagi yang jualan macam-macam baju, rempah, bumbu dapur, kadal yang dikeringkan, jus jeruk (uenak banget!), pajangan gigi (ga tau buat apa) dan entah apa lagi. Semuanya bersatu membuat keindahan dan keriuhan dalam saat yang sama. Disaat hari mulai gelap, suasana menjadi lebih ramai, hal itu dikarenakan warung-warung makanan mulai muncul, sinar lampunya menyemarakan lapangan luas itu. Satu hal yang baru lagi adalah asap dan bau makanan itu sendiri, yummm, sepertinya nikmat. Kita akhirnya mencoba makan disana, ada banyak macamnya, dari mulai hidangan biasa Maroko, seperti couscous, tajine and the gang, disana juga menyajikan kerang (kayak tutut kalo di Bandung), kepala kambing (yakk), macam-macam seafood, kue-kue, dan banyak makanan yang kita gak tau namanya.
Sayangnya semua itu hanya ada di kepala aku. Sulit rasanya menggambarkan suasana disana dengan sempurna. Apalagi ditambah kesulitan mengambil foto. Tapi kemudian kita melihat sebuah kafe tiga tingkat dengan balkon diatasnya. Rasanya akan menjadi tempat yang tepat untuk Rony memuaskan hasratnya untuk mendokumentasikan Djema El Efna dengan nyaman. Kafe itu sangat ramai, ternyata banyak turis yang memang bertujuan sama. Kita tidak ditarik bayaran, kita hanya diwajibkan membeli minuman atau makanan di kafe tersebut pas kita masuk. Harga minuman mayoritas lebih mahal dibanding di warung, tapi gak mahal banget kok, misalnya Diet Coke harga normal 8dh disana dijual 12dh, sangat worthed. Lagian kita bisa selama mungkin disana hehe.
Suasana diatas kafe itu sangat nyaman, apalagi kalau kita dapat pas di bibir pagar. Kita bisa menikmati kesemarakan Djema El Efna dengan tenang tanpa gangguan. Rasanya betah berlama-lama disana, tak peduli hembusan angin yang sangat kencang. Kita menghabiskan tiap malam di Marrakesh selalu di kafe itu. Apalagi Rony memang membawa lensa tele segede bagong. Aku seperti melamun, tapi sebenarnya tak melamunkan apa-apa, hanya diam, melihat, mendengar dan menikmatinya. Tak pernah bosan. Kita pulang karena memang sudah lelah dan waktunya istirahat.
Dalam perjalanan pulang, sambil berdesak2an berjalan menuju riad di gang-gang sempit medina, kita masih sempat belanja makanan, ayam bakar kesukaan Rony, cherry segar kesukaan aku, yummm segar, dan cherry itu murah! Sekilo hanya 15dh, tapi aku hanya beli 5dh aja. Bahkan kami sempat ke warnet segala, cuma sekedar pingin tahu ada apa kabar dunia facebook walau sesaat hehe. Akses internet disini super cepat! Harganya 3dh setengah jam, 6dh satu jam. Yang menyebalkan hanya keyboardnya. Diset untuk yang berbahasa perancis dan bahasa arab, contohnya tempat ‘a’ dan ‘q’ saling bertukar. Untuk dapet nomor harus sambil teken ctrl atau alt, ah bingung!
Sore hari sebelum meninggalkan Marrakesh, aku minta referensi Ken untuk ditunjukkan sebuah toko oleh2 yang gak maksa, nyaman, bahkan kalo bisa pake credit card. Dia menyebutkan Le Maison el Arabi dengan petunjuk belok kanan dan belok kiri yang membingungkan. Sebetulnya Marrakesh ini terkenal akan Souk atau pasarnya. Koleksinya lengkap dan dipisah menurut barang dagangannya, karpet, souvenir kecil, kulit, rempah, emas, baju dan lainnya, hanya saja ya itu, asal harus rela tersesat-sesat. Ken bilang, it’s alright to get lost, just enjoy the lost. Mmm, tampaknya bukan ide yang menyenangkan, dan kita ga segila belanja itu kok. Tapi kami akhirnya menyempatkan melihat pintu masuk Souk, asal tidak terlalu dalam, ok-ok aja, pikir kami. Wah banyak godaan ternyata, barang-barang nya beneran sangat menarik. Tanpa sadar kami ternyata melihat tulisan Le Maison el Arabi, toko yang diceritakan Ken.
Toko itu benar-benar seperti yang disebut Ken, masuk saja katanya, dan kau akan merasa seperti berada di gua Aladdin. Dia sama sekali tak berlebihan. Aku merinding. Belum pernah kulihat koleksi semenakjubkan itu. Penjaganya sangat ramah, apalagi ketika kita menyebutkan nama Ken. Dari perhiasan kecil seperti cincin, anting, sampai ke lampion, peti berbagai ukuran, kursi meja, sepatu melengkung, piring keramik dan logam, pedang, jubah, tas kulit kuno, cermin, bahkan daun pintu pun ada. Semua serba indah, antik dan sangat Maroko. Andai ku punya milyaran dollar, akan ku beli toko itu. Bahkan harganya bisa ditawar segala. Tidak terlalu murah memang, tapi sama sekali tidak mengecewakan.
Dari sebuah awal yang mengerikan, tak menyangka aku akhirnya bisa sangat menikmati Marrakesh!
No comments:
Post a Comment