Dulu sekali.. aku pernah sangat suka dengan buku biografinya Lance Armstrong, It's Not About The Bike. Reviewnya pernah aku tulis di sini. Buku itu kemudian aku berikan kepada temanku yang kebetulan adiknya sedang menjalani kemoterapi karena kanker. Saat itu, aku berjanji pada diriku sendiri akan membelinya kembali, walau harus pesan ke Amazon atau Periplus. Tapi pas aku sedang jalan-jalan di pameran buku bekas, aku beruntung menemukan buku ini kembali.
Berkat buku itu, aku sangat mengagumi Lance. Aku bahkan punya gelang karet (rubber band) kuning khas Livestrong. Yayasan kanker yang dipimpinnya.
Beberapa bulan kemudian, aku membaca berita yang sangat mengejutkan. Lance Armstrong dituduh menggunakan doping pada saat dia meraih gelar juara Tour de France. Ketujuh-tujuhnya! Berita ini kemudian bergulir menjadi lebih buruk. Ternyata tuduhan ini sudah sangat lama sekali, akan tetapi Lance selalu menyangkalnya, dan tuduhan itu memang tidak terbukti. Tapi, tidak kali ini. Lance terpojok. Semua sponsor meninggalkannya. Bahkan seluruh gelar harus dicopot. Tuntutan ganti rugi pun mengalir deras. Lance masih menyangkalnya. Sampai akhirnya dia diwawancara Oprah. Dia mengakui semua kebohongannya.
Berita ini memang mengejutkanku. Tapi entah kenapa, tidak terlalu mengubah apapun. Ya, aku jadi tidak kagum lagi dengan Lance. Tapi pengetahuan yang didapat dari buku itu tetap aku rasakan berguna. Aku jadi lebih mengetahui tentang Tour de France. Aku jadi lebih mengetahui tentang kanker. Dan, oh ya. adik temanku itu kini dinyatakan bebas dari kanker. Sedikit banyak, entah iya entah tidak, mungkin buku itu cukup membantu menumbuhkan semangatnya untuk sembuh.
Well, mungkin pada akhirnya apapun akan bermuara pada kita sendiri. Akan jauh lebih baik kalau kita mengambil kebaikan dari setiap cerita. Walaupun cerita itu sebuah kebohongan.
Wednesday, January 30, 2013
Wednesday, January 16, 2013
Girang iTunes Indonesia
Tinggal di luar Jawa menyadarkan aku akan banyak hal. Banyak hal yang sangat mudah aku dapatkan di Bandung, bisa jadi sangat sulit dicari di sini. Salah duanya adalah film dan musik. Masih untung aku tinggal di kota besar, Medan dan Palembang. Di dua kota tersebut ada bioskop jaringan 21. Bisa pake M-tix, lagi, jadi gak terlalu susah. Tapi jangan salah, lho, harga nonton di luar Jawa lebih mahal. Apalagi di saat weekend. Mungkin karena besarnya biaya distribusi dan faktor gak ada saingan.
Untuk membeli film yang sudah tidak tayang, di Medan, masih ada Disc Tarra dan toko lainnya yang menjual VCD/DVD original. Di Palembang, kita harus cukup puas dengan koleksi yang ada di Gramedia atau Carrefour. Jadi tak heran kalau DVD/CD bajakan menjamur di mal-mal. Bahkan generasi sekarang banyak yang gak tahu bagaimana mendapatkan karya legal. Aku pernah sangat heran ketika menanyakan letak toko kaset/CD musik kepada seorang satpam di Palembang Square. Dia tidak tahu kalau lagu itu ada CD nya, dia bersikeras menyuruh aku download di warnet. Hahaha. Dia mungkin akan semakin bingung kalau aku jelaskan tentang kaset yang ada pitanya.
Tapi sekali lagi, di kota besar masih jauh lebih baik. Aku ingat dulu berkeluh kesah tentang impor film yang dihentikan pemerintah. Kekesalan itu aku tumpahkan di twitter dan facebook. Saat itu aku sedang dalam perjalanan dari Lubuk Linggau ke Muara Bungo. Saat melihat ke luar jendela mobil aku otomatis tersenyum geli. Aku misah misuh gak ada film bermutu di bioskop, lupa kalau di daerah ini tak ada bioskop, tak ada toko kaset, tak ada toko dvd bajakan bahkan. Dan mereka masih bisa hidup dengan bahagia.
Aku termasuk yang agak enggan membeli produk bajakan selagi masih mudah mencari yang original. Kemahalan? ya, gak beli. Simple. Aku bahkan sampai sering banget order di Amazon. Harga di situs itu murah sebenarnya jika dibandingkan dengan produk lokal. Hanya saja biaya kirim yang membuat harga totalnya lebih tinggi. Setelah di Medan, anggaran Amazon tak ada lagi, teralihkan menjadi ongkos pesawat Medan - Bandung hehe.
Untuk produk yang tidak tersedia di Indonesia, aku membeli produk bajakannya. (hehehe, teuteup) Misalnya serial TV yang sedang tayang. Atau aku download. Tapi kalau untuk film yang aku nilai layak dijadikan koleksi, aku tetap membeli aslinya. Aku tak terlalu peduli formatnya, bisa VCD atau DVD. Untuk musik agak lebih rumit. Selain sulit mencarinya (terutama untuk koleksi lawas atau penyanyi yang tidak terkenal di Indonesia), godaan untuk mendownload sangat sulit ditahan. Apalagi untuk single (satu lagu yang dirilis tanpa album). Aku gak tahu harus beli dimana. Contohnya lagu Lirih-Chrisye atau Tak Seperti Dulu - Mike Mohede.
Oh ya, sebetulnya aku lebih menyukai lagu berbentuk digital. Sebagian besar musik yang aku punya, aku dengarkan lewat iPod. Bahkan perangkat audio di mobil pun sengaja aku ubah agar compatible dengan iPod. CD yang aku beli aku convert ke iPod. Bahkan kaset jadul pun aku convert menggunakan iKey. Nah... tanggal 4 Desember kemarin aku liat twitnya Indra Lesmana yang bilang kalau user iTunes Indonesia bisa beli musik dan film. Horeeee!!!
Selama ini user iTunes Indonesia cuma bisa buat beli aplikasi iPhone atau iPhone saja. Harganya pun sudah dalam rupiah. Satu lagu cukup murah 3000 sampai 5000. Kalau beli album lebih murah. Aku sangat-sangat girang dengan hal ini. Semoga bisa membuat musik Indonesia (terutama) makin dihargai.
Untuk membeli film yang sudah tidak tayang, di Medan, masih ada Disc Tarra dan toko lainnya yang menjual VCD/DVD original. Di Palembang, kita harus cukup puas dengan koleksi yang ada di Gramedia atau Carrefour. Jadi tak heran kalau DVD/CD bajakan menjamur di mal-mal. Bahkan generasi sekarang banyak yang gak tahu bagaimana mendapatkan karya legal. Aku pernah sangat heran ketika menanyakan letak toko kaset/CD musik kepada seorang satpam di Palembang Square. Dia tidak tahu kalau lagu itu ada CD nya, dia bersikeras menyuruh aku download di warnet. Hahaha. Dia mungkin akan semakin bingung kalau aku jelaskan tentang kaset yang ada pitanya.
Tapi sekali lagi, di kota besar masih jauh lebih baik. Aku ingat dulu berkeluh kesah tentang impor film yang dihentikan pemerintah. Kekesalan itu aku tumpahkan di twitter dan facebook. Saat itu aku sedang dalam perjalanan dari Lubuk Linggau ke Muara Bungo. Saat melihat ke luar jendela mobil aku otomatis tersenyum geli. Aku misah misuh gak ada film bermutu di bioskop, lupa kalau di daerah ini tak ada bioskop, tak ada toko kaset, tak ada toko dvd bajakan bahkan. Dan mereka masih bisa hidup dengan bahagia.
Aku termasuk yang agak enggan membeli produk bajakan selagi masih mudah mencari yang original. Kemahalan? ya, gak beli. Simple. Aku bahkan sampai sering banget order di Amazon. Harga di situs itu murah sebenarnya jika dibandingkan dengan produk lokal. Hanya saja biaya kirim yang membuat harga totalnya lebih tinggi. Setelah di Medan, anggaran Amazon tak ada lagi, teralihkan menjadi ongkos pesawat Medan - Bandung hehe.
Untuk produk yang tidak tersedia di Indonesia, aku membeli produk bajakannya. (hehehe, teuteup) Misalnya serial TV yang sedang tayang. Atau aku download. Tapi kalau untuk film yang aku nilai layak dijadikan koleksi, aku tetap membeli aslinya. Aku tak terlalu peduli formatnya, bisa VCD atau DVD. Untuk musik agak lebih rumit. Selain sulit mencarinya (terutama untuk koleksi lawas atau penyanyi yang tidak terkenal di Indonesia), godaan untuk mendownload sangat sulit ditahan. Apalagi untuk single (satu lagu yang dirilis tanpa album). Aku gak tahu harus beli dimana. Contohnya lagu Lirih-Chrisye atau Tak Seperti Dulu - Mike Mohede.
Oh ya, sebetulnya aku lebih menyukai lagu berbentuk digital. Sebagian besar musik yang aku punya, aku dengarkan lewat iPod. Bahkan perangkat audio di mobil pun sengaja aku ubah agar compatible dengan iPod. CD yang aku beli aku convert ke iPod. Bahkan kaset jadul pun aku convert menggunakan iKey. Nah... tanggal 4 Desember kemarin aku liat twitnya Indra Lesmana yang bilang kalau user iTunes Indonesia bisa beli musik dan film. Horeeee!!!
Selama ini user iTunes Indonesia cuma bisa buat beli aplikasi iPhone atau iPhone saja. Harganya pun sudah dalam rupiah. Satu lagu cukup murah 3000 sampai 5000. Kalau beli album lebih murah. Aku sangat-sangat girang dengan hal ini. Semoga bisa membuat musik Indonesia (terutama) makin dihargai.
Meninggalkan 2012
Hari ini sudah enam belas hari meninggalkan 2012. Entah sudah beberapa file yang aku buat semenjak posting terakhir dibuat. Tapi tak satupun file itu terselesaikan, tepatnya sengaja aku tak selesaikan. Moodnya hilang begitu saja. Mungkin karena sekarang-sekarang ini aku tenggelam di lautan pekerjaan, juga tenggelam di pusaran Path, Line Pop, Line Bubble, iTunes dan twitter, hehehe. Tapi mayoritas file itu tak aku selesaikan karena berisi kesedihan. Aku tak ingin blog ini penuh rentetan ratapan kesedihan. Sudah cukup.
Tak pernah aku sebegitu ingin melupakan sebuah masa, kecuali 2012 kemarin.
Dan sekarang sudah 2013!!!!
Kesibukan awal tahun yang tanpa henti serasa terusik oleh sebuah email notifikasi dari neng Sri, hehehe. Terimakasih ya.
Harapan demi harapan aku sematkan dalam diri. Do'a semoga Alloh melimpahkan rejeki dan mengabulkan keinginan. Aamiin.
Selamat Tahun Baru (yang terlambat)!!
Tak pernah aku sebegitu ingin melupakan sebuah masa, kecuali 2012 kemarin.
Dan sekarang sudah 2013!!!!
Kesibukan awal tahun yang tanpa henti serasa terusik oleh sebuah email notifikasi dari neng Sri, hehehe. Terimakasih ya.
Harapan demi harapan aku sematkan dalam diri. Do'a semoga Alloh melimpahkan rejeki dan mengabulkan keinginan. Aamiin.
Selamat Tahun Baru (yang terlambat)!!
Subscribe to:
Posts (Atom)