Wednesday, September 16, 2009

Ibu Mia

Tadi selepas sholat Tarawih, tiba-tiba saja, entah kenapa, aku teringat akan ibu Mia Kusmiati, guru SD ku dahulu. Sebenarnya kadang-kadang ingatan ini muncul sih. Nah, sebelum kembali terlupa, aku buru-buru menuju kostan dan mencoba menuliskannya di blog ini dengan harapan seseorang yang memiliki memori yang sama akan tersesat ke situs ini dan membagi kenangannya tentang beliau.

Sosok Bu Mia, tak pernah dapat aku lupakan. Sosoknya sedang agak pendek kalau dibandingkan bapak-bapak guru. Agak gempal, tapi menurut aku samasekali tidak gemuk. Ibu ini sangat energik. Walaupun SD aku cuma sekolah inpres di Perumnas, tapi aku melihat Bu Mia sebagai seorang wanita yang gaya. Tidak berlebihan. Kalo sekarang aku akan menyebutnya guru yang cool. Seringnya memakai kemeja atau blus tangan pendek dengan rok span. Tapi kalau suasana resmi, bu Mia juga kadang memakai blazer. Bu Mia itu cantik, putih, seperti Amoy. Gayanya cenderung tomboy tapi feminin dalam saat yang bersamaan. Rambutnya pendek, agak mirip Demi Moore zaman film Ghost dulu. Perona pipi tipis dan lipstick warna pink pucat.

Beliau ke sekolah dengan menggunakan motor Honda Astrea. Entah sudah berapa kali bu Mia ini menjadi wali kelas aku, tapi yang pasti, waktu kelas 6, beliaulah wali kelasnya. Beliau mengajar PMP (Pendidikan Moral Pancasila—sekarang sama dengan PPKN) dan IPS (Ilmu Pengetahuan Sosial). Nah ajaran beliau tentang pelajaran IPS inilah yang kemudian berpengaruh banyak terhadap aku sekarang.

Gaya mengajar Bu Mia, dimataku tak pernah membosankan. Masih terngiang cara beliau mengajar dan berbicara. Beliau fun, tapi tegas sekaligus. Suka bercanda, dan samasekali tidak galak. Jadi kalau ada yang ngobrol atau ngelamun, biasanya beliau teriak, Maneh mah heureuy wae!, lempar kapur, atau yang paling parah jewer telinga hehehe.

Aku agak lupa ajaran beliau tentang PMP. Tapi memang pelajaran PMP sampai SMA pun tak pernah menjadi pelajaran yang menyita perhatian aku. Beliau yang mengajarkan kita tentang tata cara bertamu dan menerima tamu lewat semacam sandiwara, mengunjungi kantor pos dan pasar untuk kemudian mewawancara pedagangnya. Membiarkan kelas ribut karena kita sedang mengisinya dengan cerdas cermat seperti yang pernah aku ceritakan disini. Pelajaran sederhana yang sangat berguna buat kehidupan aku, walau masa SD tlah aku lewati 20 tahun yang lalu.

Bu Mia juga sering mengajak kita jalan-jalan. Ke sawah, ke pinggir selokan, ke irigasi, ke tanah lapangan, dan kemudian belajar disana, atau bahkan hanya dihabiskan dengan mendengar cerita beliau saja. Masa SD ku sangat bersahaja, pada masa itu hal yang biasa seorang guru menyuruh muridnya membeli sesuatu, fotocopy, atau bahkan membeli bala-bala. Dan bu Mia pun terkadang menyuruh kami membeli bubur ayam.

Guru-guru kami di SDN Sarijadi 5, sangat senang main pingpong, dan Bu Mia pun tak terkecuali. Beliau cukup jago. Dan kala itu menyaksikan guru bermain pingpong dikala istirahat atau di waktu pulang sekolah lumayan menyenangkan. Kalo Bu Mia main suka penuh teriakan dan tertawa keras.

Bu Mia membuat aku sangat menyenangi pelajaran IPS. Terutama pelajaran tentang pengetahuan negara-negara di dunia. Buku IPS warna cokelat yang kita gunakan, seringkali aku bawa tidur. Saat itu aku tidak merasa IPS menjadi sesuatu yang harus aku hapalkan. Pelajaran itu bagaikan sebuah jendela ke sebuah alam yang menyenangkan dan nyata. Bu Mia menceritakan negara-negara di Amerika, Eropa, Asia, Pasifik seperti sebuah deretan gambar indah di kepalaku. Saat itu aku sudah hapal banyak negara dan kota-kota besar didalamnya. Sungai Yukon, Danau Erie, Vladivostok, Kep. Faroe, UNICEF, NATO, tak lagi menjadi kata-kata asing. Pelajaran ini membuat aku ingin keliling dunia. Dan terus terang saja, keinginan aku akan mengunjungi Mongolia adalah sebagian besar dipengaruhi oleh pelajaran ini.

Untuk melengkapi pelajaran ini, kita dibagi menjadi kelompok-kelompok dan diberi tugas membuat peta di atas karton manila. Peta pertama yang aku dan anggota kelompokku buat adalah peta Thailand. Aku menggambarnya dengan pensil dan kemudian mewarnainya dengan cat air. Agar tak boros cat air juga cepat, aku diajarkan kakakku menggunakan cat air dengan kapas. Hasilnya keren sekali (saat itu), bu Mia pun memberikan pujian. Peta itu, beserta peta lain digantung dikelas. Kami sangat bangga akan peta-peta kami.

Beliau juga memberikan tugas kliping dari koran tentang PBB. Ini yang membuat aku suka membaca koran tiap hari hingga kini. Beliau tak malu menerima kritik dari seorang anak ingusan macam kami. Aku masih ingat, beliau menyebutkan Sekjen PBB saat itu adalah Javier Perez deQueya dari Peru, tapi setelah aku liat di koran yang betul adalah Javier Perez deCuellar. Beliau pun meralatnya dan membenarkan ucapan muridnya. Beberapa tahun kemudian aku tahu bahwa sebetulnya tidak ada yang salah, karena deCuellar memang dilafalkan deQueya hehe.

Aku dan beberapa temanku sering berada di ruang guru. Dikarenakan perpustakaan berada di Ruang Guru. Jadi kalau kita mau meminjam buku, ya harus bertemu mereka itulah. Pernah aku disuruh mengambil sesuatu di tas nya bu Mia, dan saat itu aku melihat sebungkus rokok Filtra di dalamnya. Bu Mia langsung menutupinya. Saat itu merokok buat perempuan hal yang jarang sekali. Ibu-ibu biasanya sangat mencelanya. Tapi saat itu, sebungkus rokok tak pernah mengubah pendapat apapun tentang Bu Mia. Bu Mia terlalu berharga untuk dinilai dari sudut sebungkus rokok. Padahal aku saat itu masih SD, masih seorang ingusan.

Saat ini aku bukan seorang diplomat, atau seorang eksplorer. Tapi apapun tentang geografi sangat aku sukai. Koleksi bukuku dipenuhi oleh topik dunia, arkeologi, sejarah dan antropologi. Ternyata ajaran itu terpatri sangat dalam di benakku. Hal yang tak pernah aku sesali, bahkan sangat aku syukuri.

Terimakasih banyak Bu Mia! mudah2an aku masih diberi umur untuk bertemu ibu kembali, sekedar hanya untuk berterimakasih. Sesuatu yang tak ingat pernah aku lakukan..

No comments: