Aku menulis lagi. Ingin rasanya menulis tentang hal yang sebenarnya sedang mengganjal hati. Tapi aku belum siap sepertinya. Masalahnya pun belum selesai. Ketakutan dan kekhawatiran sedang berpadu. Jadi aku coba redakan dengan menulis lagi.
Beberapa tahun lalu, aku menulis tentang cerita masa kecilku dengan sahabatku, Candra, di tulisan ini. Memori itu lantas kemudian menuntunku untuk mencari keberadaan sahabatku yang lain. Namanya Hendrik. Jadi sekitar masa kelas 1 SMP, kami -aku dan Candra--, bersahabat dengan Hendrik. Keluarganya baru pindah ke lingkungan kami dari Blok 7. Kawasan satu komplek yang tidak terlalu jauh. Hendrik usianya terpaut satu tahun lebih tua dari kami. Dia satu sekolah dengan Candra di SMP 26.
Cerita Handrik tentang kehidupan dia di Panjalu seringkali menarik perhatian kami. Jadi, sehabis sholat tarawih berjamaah di mesjid, biasanya kita ngumpul bersama anak-anak lain di depan rumah pak Uuh, sebelah rumahku. Sambil jajan, karena memang dekat warung dan banyak mang jualan yang lewat gang itu, kami biasanya duduk di tembok rendah rumah pak Uuh sambil mendengarkan cerita Hendrik dan Isam, adiknya, tentang kehidupan mereka di Panjalu. Hendrik sekeluarga pernah pindah ke Panjalu dari Sarijadi. Hendrik pandai bercerita, jadi kami lantas seperti bisa melihat Panjalu, yang belum pernah aku kunjungi sebelumnya. Ceritanya seru, tentang kekagetan dia sekolah di sana dengan harus bertelanjang kaki, jalan-jalan ke hutan mencari bunga anggrek, bermalam di rumah guru sambil belajar kelompok, sholat tarawih berjamaah sambil bercanda, dan banyak lain lagi. Cerita Hendrik dan Isam tidak selesai dalam satu malam, tapi berhari-hari lamanya. Kami dengan setia menunggu mereka bercerita saking asyiknya.
Aku, Candra dan Hendrik kemudian selalu main bersama. Kami hampir selalu bersama main sepulang sekolah. Biasanya kita ngobrol di rumah kami. Acak, kadang dirumahku, Candra atau rumah Hendrik. Seringnya sih di rumah Candra. Ada banyak kegiatan yang kita lakukan bersama, jalan-jalan ke Setra Duta, taman yang sekarang menjadi Nu Art, studionya seniman terkenal, Nyoman Nuarta. Kita betah menghabiskan waktu berjam-jam di sana. Kita juga suka jalan-jalan ke BIP, beli baju lebaran bareng. hahaha.
Satu hal yang berkesan yang sering kami lakukan adalah jalan-jalan ke sawah, yang sekarang sudah hilang menjadi perumahan mewah Setra Duta. Sepulang sekolah kita jalan kaki ke sawah dan berteduh di saung luas yang teduh. di sana kami mengerjakan PR bersama, atau membaca buku cerita yang kami bawa dari rumah hasil sewa di taman bacaan. Kami seringkali menelusuri kawasan pesawahan. Menelusuri saluran irigasi, kebun, dan kampung-kampung sekitar. Pernah suatu hari hujan deras, dan kami sedang di saung (dangau). Terpaksa kami tunggu sampai reda. Saking lamanya aku sambil tertidur. Setelah hujan reda, kami pulang melewati pematang yang basah. Aku terpeleset dan pantatku kotor berlumur tanah. Hendrik dan Candra tertawa terbahak-bahak. Memori yang tidak mungkin terulang lagi.
Hendrik pindah rumah saat kita mulai kuliah. Pindahnya lumayan jauh, sehingga kami kesulitan bertemu. Sampai akhirnya kita bertemu setelah kami masing-masing telah berkeluarga. Kami lalu bertelepon bertiga, mengenang masa lalu. Hendrik tinggal di Ciamis, dan ternyata dalam kondisi sakit parah. Tak lama kemudian dia meninggal dunia. Innalillahiwainnailaihi rojiun.
No comments:
Post a Comment