Friday, May 20, 2005

Revenge of The Sith, Biasa Aja!

Setelah kejadian tadi pagi cukup menohok ulu hati, aku memutuskan untuk memberi kemewahan untuk rasa penasaranku. Ya, kebetulan di Bandung hari ini diputar Star Wars III: Revenge of The Sith berbarengan dengan di Amerika premiere nya. Oke, pulang dari kantor nanti aku ke bioskop deh.

Aku suka banget, Trilogy Star Wars jaman dahulu, sampai memaksakan diri membeli VCD box set nya yang seharga 175 ribu (waktu itu gajiku 300 ribu, jadi setengahnya aku pake buat vcd itu). Terus pas dibuat trilogy lagi prequel nya aku termasuk yang sangat excited. Dan benar saja, episode awalnya sekitar tahun 2002 "The Phantom Menace" sangatlah menyenangkan, membuat aku sangat menunggu episode berikutnya. Tapi, ternyata era George Lucas telah habis di episode ke 2, "Attack of The Clones", review nya sangat jelek, terus terang sampai sekarang aku belum menontonnya.

Dari mulai tahun ini dibuka, Star Wars episode ketiga, atau terakhir ini sudah dibicarakan dan ditunggu2 banyak orang. Bahkan sampai ada yang sudah antri di bulan Januari itu, padahal film ini baru diputar pagi tadi. Sangat luar biasa. Hal itu lah yang menggelitik curiosity aku, untuk menonton film ini.

Walaupun penyakit nomor satu aku, yaitu masuk angin menyerang dari mulai siang tadi, aku ga peduli. Aku cepet2 ke Ciwalk setelah maghrib, filmnya mulai jam 19:45, masih sejam lebih baru maen. Sialnya, pas udah di mulut bioskop ternyata antrian sudah berdesakan, yah, antri lama deh, padahal pingin makan dulu. Untungnya antrian gak selama yang aku kira (tepatnya aku ngantri selam 50 menit saja, huh!). Aku paksain makan dulu ke Texas, soalnya mau minum Paramex. Udah selesai makan jam 19.40 pintu bioskop belum dibuka, aduh lama banget ya...

Akhirnya aku sudah duduk didalam bioskop, tanpa selingan dan babibu lagi film itu pun mulai. Aduh, diawal, film itu asli membosankan, menceritakan awal Anakin Skywalker mengalami dilema sampai akhirnya memilih sisi gelap. Di lain sisi, aku pun sedang bergelut dengan sisi gelapku, asli, aku sampai kewalahan nahan kantukku. Aku melakukan apa aja biar gak tertidur, dari mulai rubah posisi duduk, ngaduk2 isi tas, sampai akhirnya ngupil. Perbuatanku yang terakhir itulah yang membuat aku menderita penyakit kambuhanku yang kedua, yaitu mimisan, Sialan! Untung lagi aku teringat pepatah dr. Darmariah untuk menutup hidung dan bernapas lewat mulut, jadi gak berlama2.

Barulah setelah kejadian itu kantukku sirna, dan untungnya film sudah mulai menarik minatku, di akhir film ini membuka jawaban teka teki yang akn bertindak sebagai jembatan di episode keempat nanti, "A New Hope". Yah, overall film ini biasa banget, kayaknya effort yang aku keluarkan buat nonton film ini gak sepadan dengan yang aku dapatkan. But once again that's life. You're not always got what you want....

Departed from Part of My Soul

Hari ini aku libur, tapi aku tetap berniat datang ke kantor. Hari ini ada acara feedback --oh gosh hari ini akhirnya datang juga. Sebetulnya di awal-awal aku gak suka acara ini, aku gak suka bertangis-tangisan (baca: menangis di depan umum), dan selain itu, yang paling penting, aku gak pernah suka farewell, walaupun acaranya penuh dengan makan minum atau dansa dansi. Farewell tetaplah farewell.
Tapi, akhirnya aku sadar acara ini penting buat aku, dan juga buat orang lain. Hari ini dimulai dengan aku telat bangun pagi, setelah sholat subuh, jam enam, aku tidur lagi. Dan baru bangun jam delapan, mandi, dan memaksakan sarapan. Walhasil, walaupun aku kebut, tetap aja telat, dateng jam setengah sepuluh. Ruangan meeting lantai sebelas sudah penuh. Hari itu aku sudah siap lahir dan bathin, mau dimaki-maki, mau ditampar sekalipun. Aku pikir, selama bersama partner kerjaku yang berakhir kontrak kali ini, aku merasa banyak berbuat kesalahan, banyak ga sabarnya deh. Ya, aku memang pernah menjadi sarcastic bastard. Jadi wajar kalo aku dimaki, sekalian aku merasa wajib minta maaf.
Tapi ternyata yang aku dapat, jauh dari itu, Dari pertama aku lihat muka mereka di ruangan itu, aku ternyata tersadar, bahwa mereka bahkan akan terlalu santun untuk marah. Yang aku lihat pagi tadi, adalah wajah yang pernah membuat aku tertawa dan terhibur semenjak dua tahun kemarin. Sumpah, aku ngomong begini bukan karena mereka ngomong tentang yang baik2 waktu acara feedback tadi. Perasaan aneh mulai merayap ketika mereka satu persatu memegang mike. Ya, seperti kehilangan apa, ya, aku ga ngerti, mungkin seperti kehilangan setengah dari jiwa.
Akhirnya setelah salaman, untung aku kebagian yang pertama, jadi bisa lebih cepet. Aku pilih menghilang. Kebetulan di lantai enam ada acara ulang tahun kantorku.
So long parts of my soul... May God be with you, always....

Sunday, May 08, 2005

Kingdom of Heaven

Pertama kali liat jadwal film "Kingdom of Heaven" di koran, aku kaget..wuihhh.. udah ada ya, ga ada midnite nya dulu, selain itu di Amerika aja maen nya baru tanggal 6 Mei, duluan disini dong. Aduh pingin nonton nih. Tapi sialnya, klise banget, aku lagi2 sibuk.
Akhirnya kemaren maksain nonton, aku pergi dari rumah jam 2, padahal film baru mulai jam 4. Tapi ternyata hal itu tidak terlalu berlebihan. Asli Bandung macet, sialan ini weekend.. jadi musim turis. Di Ciwalk aku liat loket belum dibuka, baru jam tiga kurang. Tapi daripada entar ngantri aku mendingan duduk di depan loket ah, thank God aku bawa majalah buat nunggu. Untunglah aku ngantri duluan, soalnya ta lama kemudian antrian sudah ngelingker..ihh serem.
Aku tau film ini durasinya lama, jadi aku pikir di awal dilm ini akan lebih story telling, tapi ternyata tidak. Film ini cukup straight to the point, terlalu cepat malah. Mengisahkan sosok yang diperankan oleh Orlando Bloom, seorang tukang besi yang baru tahu kalau ternyata ayahnya (Liam Neeson) adalah seorang bangsawan yang juga komandan tentara perang salib yang akan berangkat ke Jerusalem. Kisah bersetting ketika Jerusalem dipimpin oleh seorang raja kristiani bijaksana akan tetapi lemah fisik dikarenakan penyakit lepra. Selain itu, Jerusalem juga memiliki Baron (tuan tanah mungkin ya) culas yang rakus, mereka suka menyerang kafilah dagang muslim dari Damascus. Perbuatan mereka membuat berang Raja Damascus, Salahudin. Tense memuncak ketika raja mangkat dikarenakan penyakitnya dan sang baron culas semakin lepas kendali yang mengakibatkan perang Kristen - Islam di Jerusalem tak dapat dihindarkan.
Ridley Scott, sang sutradara, tampaknya sangat sadar dia mengangkat sebuah thema yang super sensitif. Dia terasa hati-hati untuk tidak mengedepankan sentimen agama. Scott berusaha meyakinkan penonton bahwa tujuan film ini, menyadarkan bahwa nilai ksatria lebih penting.
Sangatlah sulit menonton film ini tanpa kacamata agama. Tapi menurutku, Scott --sebagai orang barat--sudah cukup memahami filosofi muslim, pendapat ini asli bukan dikarenakan di akhir kisah bangsa muslim berhasil merebut Jerusalem. Dalam hal ini aku berbeda pendapat dengan majalah Premiere. Oh, iya, agak boring juga melihat Orlando Bloom di film perang terus. Tapi secara keseluruhan film ini rame kok, durasi film yang dua setengah jam gak terlalu kerasa.
Oh iya, sekali lagi saran saya, jangan terpaku pada teks ya, memahami film ini juga akan terasa lengkap kalo kita punya pengetahuan sejarah, seperti dimana letak Damascus, Jerusalem, Messina dsb. :) Have fun!

Saturday, May 07, 2005

The Anthology of Being Hurt

After we spent most of our lives to do something that ruin our life but we felt very useful to others, what we hope then? Of course some decent recognition. Or just a simple thanks.
After we spent most of our times to get along with other who we thought would be friends, We hope --well I definitely hope-- a sincere smile would be great.

...too bad
that's the only thing they saw. I just hope
they say all of this long time ago.



But that's not what I got. The other side felt that they had a miserable times. Our siblings felt they being hurt so bad. Gosh, that felt like double stab in my back. Surely in others vision I cut to deep or blow too hard. The App feel so sour this moment.
Too bad, that's the only thing they saw. I just hope they say all of this long time ago. Or anytime but now.
But despite all of this, I'm glad the words just spitted out. I got so much load to think, so much thing to fix. But I'm just curious, what do they get? Some agony satisfaction maybe....